Ustaz Dr. Abu Mujahid al-Ghifari, Lc., M.E.I.
(Pengasuh Bina Qurani Islamic School)
Imam al-Ghazali raḥimahullāh menjelaskan adab-adab yang harus diperhatikan oleh murid atau para penuntut ilmu dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (2005). Adab bagi penuntut ilmu ini dibahas oleh Imam al-Ghazali raḥimahullāh pada bab kelima jilid pertama dengan judul bab adab-adab penuntut ilmu dan pengajar. Pada artikel ini, akan dijelaskan 5 di antara 10 adab yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali raḥimahullāh dan 5 adab lainnya akan dijelaskan dalam artikel lanjutan. 5 adab yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali raḥimahullāh adalah sebagai berikut:
1. Mensucikan jiwa dari segala prilaku yang buruk dan tercela.
2. Mengurangi ketergantungan pada kesibukan urusan duniawi dan sebisa mungkin jauh dari kampung halaman dan keluarga.
3. Tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan tidak membangkang terhadap aturan yang ditetapkan oleh guru.
4. Berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mencari-cari perselisihan sesama manusia.
5. Disiplin dan tekun.
Adab pertama, mensucikan jiwa dari segala prilaku yang buruk dan tercela. Imam al-Ghazali raḥimahullāh menjelaskan bahwa ilmu itu adalah ibadah hati dan taqarrub batin maka seseorang yang belajar ilmu hendaknya membersihkan diri dari kotoran-kotoran batin yang mengotori hati. Hal ini sebagaimana seseorang yang melaksanakan ibadah salat dituntut untuk membersihkan diri dari najis yang mengotorinya. Contoh sifat-sifat kotor dan tercela yang harus dibersihkan dan dijauhkan dari jiwa seorang penuntut ilmu adalah marah, syahwat, hasad, sombong, ujub, dan yang semisalnya. Imam al-Ghazali raḥimahullāh menegaskan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengantarkan seseorang bahagia di kehidupan akhirat dan awal ilmu yang bermanfaat ini adalah sang penuntut ilmu menjauhi maksiat karena maksiat itu laksana racun yang dapat menghancurkan seseorang dalam menuntut ilmu. Imam al-Ghazali raḥimahullāh menukil perkataan sahabat Ibnu Mas’ud, “ilmu seseorang itu tidak dapat diukur dari banyaknya meriwayatkan hadis, tapi sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang terpancar dari relung hati pemiliknya.” Sebagian ulama juga mengatakan bahwa hakikat ilmu itu adalah rasa rakut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana dalam Alquran, “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fatir [35]: 28)
Adab kedua, mengurangi ketergantungan pada kesibukan urusan duniawi dan sebisa mungkin jauh dari kampung halaman dan keluarga. Imam al-Ghazali raḥimahullāh menukil sebuah ungkapan bahwa “Ilmu itu tidak akan memberimu walau hanya sebagiannya saja sampai engkau memberikan dirimu secara totalitas untuknya.” Hal ini menegaskan bahwa para penuntut ilmu hendaknya fokus dalam belajar jika ingin meraih ilmu yang banyak, tapi jika saat belajar disibukkan juga dengan beragam urusan dunia dan keluarga maka ilmu tidak dapat diraih melainkan hanya sekedarnya. Mengurani kesibukan urusan duniawi dan jauh dari kampung halaman serta keluarga ini bertujuan membantu totalitas fokus dalam menuntut ilmu.
Adab ketiga, tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan tidak membangkang terhadap aturan yang ditetapkan oleh guru. Imam al-Ghazali raḥimahullāh menjelaskan bahwa hendaknya penuntut ilmu itu beriskap tawādhu’ (rendah hati) terhadap gurunya layaknya seorang yang sakit sedang berobat kepada dokternya. Beliau menerangkan bahwa ilmu itu memang tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang bersikap tawādhu’ dan mau benar-benar menyimak sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“Sungguh, pada yang demikian itu, pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati dan yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf [50]: 37)
Adab keempat, waspada berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mencari-cari perselisihan sesama manusia. Sikap ini menurut Imam al-Ghazali raḥimahullāh akan menyebabkan kegelisahan dan penderitaana bagi jiwa. Karenanya seorang murid harus waspada jika gurunya tidak bijak dan serampangan dalam memilih pendapat, karena tunanetra tidak cocok untuk menuntun orang buta dan membimbing mereka.
Adab kelima, disiplin dan tekun. Maksud Imam al-Ghazali raḥimahullāh dalam masalah ini adalah penuntut ilmu yang sedang belajar ilmu-ilmu yang terpuji terus konsisten menekuni ilmu tersebut hingga sampai tujuan dan meraih hasilnya. Setelah itu jika masih diberi umur panjang maka dilanjutkan dengan pendalaman ilmu agama lebih lanjut. Tetapi jika terhalang oleh kesibukan maka hendaknya memperhatikan skala prioritas dalam mempelajari suatu ilmu.
#Abu Mujahid al-Ghifari #Adab #alghazali #Belajar #menuntut ilmu