Dr. Ade Wahidin, Lc., M.Pd.I.
Pengasuh Bina Qurani Islamic School
Salah satu terminologi yang cukup populer selama Pandemi Covid-19 adalah Lockdown. Kata lockdown itu dapat diterjemahkan secara singkat dengan karantina wilayah. Secara panjang lebar dapat diartikan dengan penerapan karantina terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang, baik masuk maupun keluar wilayah tersebut, untuk tujuan tertentu yang mendesak. Kebijakan karantina wilayah ditetapkan oleh sebuah negara yang mengalami keadaan darurat seperti perang atau wabah penyakit menular. Istilah ini banyak dikenal akibat adanya pandemi penyakit koronavirus 2019 (COVID-19) yang tersebar secara masif di berbagai negara. (https://id.wikipedia.org/wiki/Karantina_wilayah, 2020).
Sudah hampir 8 bulan Pandemi Covid-19 di Indonesia masih berlangsung -Semoga Allah segera mengangkatnya- berbagai kebijakan pemerintah untuk meminimalisir kasus penyebaran Covid-19 telah diberlakukan. Mulai dari PSBB, PSBM, penerapan jam malam, di rumah saja, sampai kepada yang paling wajib SOP protokol kesehatan yaitu jaga jarak, cuci tangan, dan pakai masker.
Pemerintah Indonesia sendiri tidak menetapakan Lockdown sebagai kebijakan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19, tetapi sebagai gantinya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada awalnya kebijakan ini cukup meminimalisir penyebaran Covid-19 akan tetapi lama kelamaan berdampak kepada sektor ekonomi. Karena tidak sedikit di antara rakyat Indonesia yang kehilangan mata pencaharian.
Di samping itu, pada prosesnya para akademisi pendidikan dan pemangku kebijakan juga harus memeras otak agar pendidikan anak bangsa terus berjalan walaupun dikepung Pandemi. Imbasnya, merebaklah proses pembelajaran dengan cara online atau yang disebut dengan Daring (dalam jaringan). Apalagi kemudian muncul beberapa aplikasi yang memudahkan sebuah institusi pendidikan melakukan pembelajaran online; seperti Zoom, Google Meet, dan lain-lain.
Secara asasi regulasi tentang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah dirumuskan sebelum Pandemi Covid-19. Hal ini Berdasarkan Undang-Undang Perguruan Tinggi nomer 12 tahun 2012, pasal 31 tentang Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjelaskan bahwa PJJ merupakan proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi. PJJ akan memberikan layanan Pendidikan Tinggi kepada kelompok Masyarakat yang tidak dapat mengikuti Pendidikan secara tatap muka atau reguler; dan memperluas akses serta mempermudah layanan Pendidikan Tinggi dalam Pendidikan dan pembelajaran. PJJ diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. (https://pjj.pens.ac.id/index.php/dasar-hukum/, 2020)
Tidak dipungkiri bahwa lockdown yang diterapkan di beberapa negara atau PSBB yang diterapkan di Indonesia juga mempengaruhi sektor pendidikan. Terutama terkait keberlangsungan proses belajar mengajar di sekolah. Setelah beberapa bulan lalu para pemerintah di dunia sedikit melonggarkan aturan dengan membuka lockdown, sektor pendidikan dalam hal ini sekolah di sebagian negara telah membuka secara off line alias tatap muka termasuk di beberapa sekolah dan pesantren di Indonesia.
Memang cukup berdampak kepada pemulihan ekonomi yang sebelumnya sempat lesu akibat lockdown atau PSBB. Akan tetapi, alih-alih kasus penyebaran Covid-19 ini menurun ternyata semakin hari semakin bertambah kasusnya. Per tanggal 12 Oktober 2020 telah terjadi kasus Covid-19 sebanyak 333.449 kasus yang terkonfirmasi (https://covid19.go.id/peta-sebaran, 2020) di Indonesia. Adapun di dunia kasus Covid-19 yang terkonfirmasi adalah 37,109,851 (https://covid19.who.int/, 2020).
Akibat tingginya angka kasus Covid-19 ini dengan pertimbangan roda ekonomi harus berputar dan agar orang miskin tidak menjadi lebih miskain, WHO sebagai lembaga tertinggi kesehatan dunia agak ‘melunak’ dengan tidak merekomendasikan lagi kebijakan lockdown (https://health.detik.com/, 2020).
Dengan kebijakan meninggalkan lockdown tersebut memang sebetulnya beberapa lembaga pendidikan di Indonesia terutama sekolah Islam dan pesantren telah menjalani pendidikan secara off line setelah diberlakukan new normal. Walaupun tentu hal ini sangat berisiko terhadap bertambahnya kasus Covid-19.
Terlepas dari terus bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia dan dunia, tidak diragukan lagi bahwa pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat semua lapisan masyarakat tidak terkecuali umat Islam. Oleh karena itu, jika pemerintah Indonesia mengikuti apa yang disampaikan oleh WHO yaitu meninggalkan lockdown maka perlu dipertimbangkan agar regulasi terkait protokol kesehatan semakin diperketat secara aplikasinya dan diterapkan secara maksimal. Karena hal ini bisa menjadi solusi bersama, sehingga proses pendidikan tetap berjalan secara maksimal dan roda ekonomipun tetap berputar.
#Ade Wahidin #Lockdown #Regulasi #Pendidikan