Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Aspek Keadilan Kewajiban Pajak

Bina-Qurani-Aspek-Keadilan-Kewajiban-Pajak
Aspek Keadilan Kewajiban Pajak

Para ulama klasik juga menekankan aspek keadilan dalam penetapan beban kewajiban yang harus dibayarkan oleh rakyat kepada negara. Penekanan aspek keadilan ini dalam rangka mewajudkan kesejahteraan itu sendiri. Sebab kesejahteraan tidak dapat dicapai tanpa keadilan. Misalnya ’Abū Yūsuf yang menyampaikan kepada khalifah Hārūn al-Rāshīd dengan tegas sebagaimana tertulis dalam Kitab al-Kharāj bahwa keadilan, bijak kepada orang yang terzalimi, dan menjauhi perbuatan dzalim, maka selain akan memperoleh balasan pahala di akhirat, juga akan menambah pemasukan kharāj dan  kesejahteraan negara.

Menurut ’Abū Yūsuf bahwa keberkahan itu bersama dengan keadilan dan ketidakadilan menyebabkan menjauhnya keberkahan. Hal tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah ‘Umar yang mengeloa tanah Sawād dengan adil kepada para pengelola, sehingga pendapatan yang bersumber dari tanah Sawād tersebut pun berlipat ganda.[1] Demikian pula, pandangan al-Māwardi tentang aspek keadilan dalam penetapan kewajiban membayar kharāj sangat jelas tertulis dalam bukunya al-’Aḥkām al-Sulṭāniyyah.

Dia mengatakan bahwa petugas penentu kharāj harus adil dalam menetapkan besarnya kharāj, yaitu tidak meninggikan besarnya kewajiban membayar kharāj yang dapat memberatkan orang yang dikenai beban kewajiban kharāj dan tidak pula mengurangi besarnya kewajiban membayar kharāj, karena dapat mengurangi jatah para penerima harta fay’. Penjelasan al-Mawardi tersebut merupakan penegasan aspek keadilan dalam menatapkan kewajiban membayar kharāj. Sehingga tidak ada yang terzalimi. Baik pihak yang berkewajiban membayar maupun orang yang berhak menerima alokasi harta tersebut. Oleh karenanya, menurut al-Māwardī bahwa petugas yang menentukan kewajiban kharaj harus memperhatikan perbedaan jenis tanah, perbedaan tanaman, dan perbedaan pengairan.[2]

Bina-Qurani-Aspek-Keadilan-Kewajiban-Pajak

Site; Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Aspek Keadilan Kewajiban Pajak, Source: Photo by Felipe Pexels

Oleh karena itu, M. Umer Chapra berpendapat bahwa negara-negara muslim modern perlu sumber pendapatan yang memungkinkan untuk melakukan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi secara efektif dengan cara memungut pajak modern. Cara ini dianggap lebih realistis dibanding hanya membatasi pendapatan pada sumber-sumber yang dibahas oleh ulama klasik, seperti ghanīmah, fay’, jizyah, kharāj, dan ‘ushūr. M. Umer Chapra menganggap bahwa tiga sumber pendapatan klasik dari ghanīmah, fay’, dan jizyah dianggap tidak lagi valid untuk diterapkan pada masa kini. Karenanya perlu untuk melengkapi sumber penerimaan negara dengan sistem pajak modern sebagai sikap yang realistis sesuai dengan kondisi perekonomian modern.[3]

 

==========

[1] ’Abū Yūsuf Ya’qūb ibn Ibrāhīm, Kitāb al-Kharāj, (Beirūt: Dār al-Ma’rifah, 1979), 111.

[2] ‘Alī ibn Muhammad ibn Ḥabīb al-Māwardī, al-’Aḥkām al-Sulṭāniyyah Wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah, (al-Qāhirah: Sharikah al-Quds, 2014), 199-200.

[3] M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 284-286.

Dikutip dari: Dr. Ghifar, Lc., M.E.I., Konsep dan Implementasi Keuangan Negara pada Masa Al-Khulafa Al-Rashidun(Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi, 2020), 71-73.

Thumbnail Source: Photo by Isaw Pexels

Artikel Terkait:
Pajak Dihukumi sebagai Maks

TAGS
#ihlas beramal #ikhlas beramal shalih #ikhlas beramal #ikhlas dalam beramal #ikhlas dalam beribadah #ikhlas ketika shalat #ikhlas #Keuangan Islam #Keuangan Negara dalam Islam #Keuangan Publik #kiat-kiat ikhlas #niat yang ikhlas #Pajak #pengertian ikhlas #pentingnya ikhlas beramal #urgensi ikhlas dalam islam #Wakaf
© 2021 BQ Islamic Boarding School, All Rights reserved
Login