Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Bolehkah Merayakan Tahun Baru Masehi?

Bina-Qurani-Bolehkah-Merayakan-Tahun-Baru-Masehi
Bolehkah Merayakan Tahun Baru Masehi?

Tidak lama lagi selang beberapa hari kedepan, kita akan menyaksikan sebuah perayaan besar, perayaan yang dilangsungkan oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia, dan didukung, serta ditayangkan secara masif oleh media-media mainstream baik seperti televisi, radio, media sosial, maupun situs-situs internet.

Perayaan besar ini adalah perayaan tahun baru masehi. Sebuah perayaan rutin yang sengaja disambut serta dimeriahkan dengan berbagai acara dan kemeriahan guna menarik perhatian masyarakat, terutama menarik perhatian kaum muslimin.

Hal ini kemudian menyebabkan sebagian besar kaum muslimin, menganggap bahwa malam pergantian tahun baru merupakan momen yang special dan berharga. Sehingga mereka pun rela untuk menyiapkan segala sesuatu, agar dapat menyambut momen ini dan tidak ingin melewatkannya barang sedikitpun.

Fenomena ini merupakan sebuah realita kehidupan yang dapat kita lihat di sekeliling kita dan senantiasa terulang setiap malam pergantian tahun. Bahkan jika kita amati, dari tahun ke tahun perayaan ini semakin bertambah semarak dan semakin tidak terkendali.

Oleh karena itu, untuk menyikapi momen tersebut, pada tulisan kali ini kami akan menyampaikan tentang bagaimana hukum merayakan tahun baru masehi dalam pandangan Islam. Semoga dengan pemaparan terkait hukum merayakan tahun baru masehi ini, dapat meminimalisir kaum muslimin untuk tidak lagi ikut-ikutan larut dalam perayaan momen pergantian tahun.

Berikut uraian lengkapnya!

Bagaimana Hukum Islam dalam Memandang Perayaan Tahun Baru Masehi?

Perayaan tahun baru masehi merupakan perayaan yang sama sekali bukan berasal dari budaya maupun kebiasaan kaum muslimin. Perayaan tahun baru masehi adalah sebuah perayaan yang pertama kali dilakukan oleh orang kafir, yaitu masyarakat paganis romawi.

Menurut Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, ikut serta dalam perayaan tahun baru adalah suatu bentuk kemungkaran yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim. Karena sudah diketahui bersama bahwa kaum muslimin hanya memiliki dua hari raya yang patut untuk dirayakan, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, serta hari besar pekanan yaitu hari Jumat.

Meniru-niru perbuatan non-muslim atau kaum kafir merupakan perbuatan yang tergolong pada dua perkara, yaitu:

1. Perbuatan Bidah

Dikatakan sebagai perbuatan bidah yaitu ketika dalam merayakan momen tahun baru, dilakukan dengan berbagai bentuk perayaan ibadah. Dimana ibadah yang dilakukan ini sama sekali tidak diajarkan oleh Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā dan Rasul-Nya.

2. Tasyabuh atau Menyerupai Orang Kafir

Dikatakan tasyabuh atau menyeripai orang kafir yaitu apabila perayaan pergantian tahun yang dilakukan mengikuti adat atau kebiasaan kaum kafir.

Maka jelas, hukum merayakan tahun baru masehi bagi seorang muslim adalah terlarang. Karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang menyerupai suatu kaum, yaitu orang-orang kafir.

Bina-Qurani-Bolehkah-Merayakan-Tahun-Baru-Masehi

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Bolehkah Merayakan Tahun Baru Masehi, Source: Photo by Annalouise Pexels

Dalil-dalil Terkait Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

Hukum merayakan tahun baru masehi menurut pandangan Islam adalah terlarang. Turut serta dalam perayaan tahun baru statusnya sama dengan merayakan hari raya orang kafir.

Berikut ini adalah beberapa alasan dan dalil terkait larangan merayakan tahun baru masehi:

1. Tasyabuh atau Menyerupai Kebiasaan Kaum Kafir

Turut serta dalam merayakan tahun baru merupakan bentuk tasyabuh atau menyerupai serta meniru kebiasaan mereka. Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam melarang umatnya untuk meniru kebiasaan orang kafir.

Abu Ubaidah Raḍiallāhu ‘Anhu meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya:

“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud)

Abdullah bin Amr bin Ash mengatakan bahwa, “Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan, dan meniru kebiasaan mereka sampai mati, maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”

2. Hari Raya Merupakan Keyakinan dalam Beragama

Perayaan hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin keyakinan, serta bukan semata-mata hanya perkara dunia dan hiburan saja. Ketika Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam datang ke kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya yaitu Nairuz dan Mihrajan.

Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam kemudian bersabda di hadapan penduduk kota Madinah,

قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر

Artinya:

“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad)

3. Hari Raya adalah Bentuk Loyalitas

Mengikuti hari raya kaum kafir merupakan bentuk loyalitas dan wujud rasa cinta kepada mereka. Padahal dalam sebuah ayat, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā jelas-jelas melarang kita untuk menjadikan mereka sebagai kekasih, dengan memberikan loyalitas dan menampakkan cinta kasih kepada mereka.

Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka rahasia, karena rasa kasih sayang. Padahal, sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu …” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 1)

Demikianlah, beberapa alasan dan dalil tentang terlarangnya seorang muslim untuk mengikuti perayaan tahun baru yang sebentar lagi akan berlangsung. Poin-poin tersebut sekaligus menutup tulisan tentang hukum merayakan tahun baru masehi dalam pandangan Islam pada kesempatan kali ini.

Semoga Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita terhindar dari segala macam perbuatan yang dilarang oleh agama. Aamiin.

Thumbnail Source: Photo by Kaique Pexels

Artikel Terkait:
Makna Tauhid Uluhiyyah

TAGS
#adab penuntut ilmu #adab sebelum ilmu #Adab #Akidah #Alquran 30 Juz #Generasi Qurani #Keutamaan Membaca Alquran #Belajar Alquran #Bina Qurani #Menghafal Alquran #Sekolah Islam #Sekolah Tahfiz
© 2021 BQ Islamic Boarding School, All Rights reserved
Login