Secara syariat, ibadah umrah berarti melakukan perjalanan menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah dengan cara tertentu. Kewajiban umrah dijelaskan melalui firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā di dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 196.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Artinya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Juga berdasarkan hadits Aisyah, ia berkata, “Wahai Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, apakah kaum wanita wajib berjihad? Beliau menjawab, “Ya, mereka wajib berjihad yang di dalamnya tidak ada peperangan, yaitu haji dan umrah.” (HR. Ahmad)
Secara zahir, umrah ini menunjukkan wajib. Sementara itu, sebagian ulama lain berpendapat bahwa umrah adalah mustahab atau sunnah, bukan wajib.
Saya katakana, “Apapun hukumnya, lebih hati-hati jika dilakukan meskipun hanya sekali dan tidak boleh menggampangkan hal ini. Mengamalkan dalil-dalil yang menunjukkan wajib dapat membebaskan diri dari beban kewajiban menurut ijma’. Di samping itu, juga dapat keluar dari perbedaan pendapat yang terlalu panjang lebar untuk disebutkan.”
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Bolehkah Umrah Berkali-kali, Source: Photo by Haydan Pexels
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa umrah wajib dilakukan sekali seumur hidup. Adapun melakukan umrah berkali-kali memiliki dua keadaan yaitu:
Melakukan ibadah umrah beberapa kali pada tahun yang sama dengan melakukan perjalanan yang berbeda-beda, menurut pendapat yang kuat hal ini boleh atau mustahab. Demikian menurut jumhur ulama (berbeda pendapat dengan Imam Malik).
Mereka berdalil dengan keumuman dalil tentang keutamaan umrah. Di samping itu, Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā pernah melakukan dua kali umrah dalam satu bulan karena perintah Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, yaitu umrah ketika haji dan umrah dari Tan’im.
Mengulang-ulang umrah dalam satu kali perjalanan masih diperselisihkan tentang kebolehannya. Pendapat yang adil adalah sebagai berikut:
Pertama, Jika engkau telah melakukan umrah sebelum haji (haji Qiran atau Tamattu) dan engkau ingin mengulangi umrah seusai melaksanakan manasik haji, atau jika engkau melakukan umrah dan engkau ingin mengulang umrah dengan cara keluar menuju Tan’im sebagaimana yang dilakukan banyak orang, maka dalam hal ini tidak disyariatkan mengulang-ulang umrah karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan tidak juga oleh para sahabat beliau.
Di samping itu, melakukan thawaf di Ka’bah jelas lebih utama daripada melakukan sa’I dan tentu lebih utama daripada keluar menuju Tan’im untuk melakukan ihlal (talbiyah) umrah yang baru. Jadi, lebih utama jika engkau memperbanyak melakukan thawaf dan tidak perlu menyibukkan diri dengan mengulang-ulang umrah. (Majmu’ Fatawa: 26/267)
Kedua, Jika engkau belum melakukan umrah sebelum haji sebagaimana yang terjadi pada Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā ketika ia mendapati haidhnya, maka dalam hal ini tidak mengapa engkau melakukan umrah setelah selesai melakukan semua amalan ibadah haji. Inilah pendapat yang dipegang oleh Al-‘Allamah Ibnu Baaz Raḥimahullāh. (Taudhihul Ahkam: 3/247)
Umrah merupakan salah satu ibadah yang utama, di antara keutamaan dari melaksanakan ibadah umrah adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam.
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Umrah satu sampai umrah berikutnya adalah kaffarat bagi dosa yang terjadi di antara keduanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda:
“Iringilah antara haji dan umrah. Sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana ubupan (alat peniup pandai besi) yang menghilangkan kotoran (karat) pada besi, emas, dan perak.” (HR. Tirmidzi dan An-Nasai)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Bolehkah Umrah Berkali-kali, Source: Photo by Konevi Pexels
Umrah disyariatkan kapan saja dalam satu tahun. Akan tetapi, yang lebih utama jika dilakukan pada bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam:
“Umrah pada bulan Ramadhan pahalanya sebanding dengan haji.” (HR. Bukhari Muslim)
Seseorang yang sedang melakukan ibadah umrah tidak boleh berjima’ kecuali setelah melakukan sa’i di antara Shafa dan Marwah. Ibnu ‘Umar pernah ditanya tentang seseorang yang melakukan thawaf di Baitullah ketika umrah, dan ia belum melakukan sa’i di antara Shafa dan Marwah, bolehkan ia berjima’ dengan isterinya? Ia menjawab, “Ketika tiba, Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam melakukan thawaf di baitullah tujuh kali putaran lalu mengerjakan shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian berthawaf di antara Shafa dan Marwah tujuh kali putaran.
Kemudian ia membaca ayat:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Azhab: 21)
Ia berkata, “Kemudian kami bertanya kepada Jabir bin Abdillah, ia menjawab, “Jangalah ia mendekati isterinya sebelum melakukan thawaf di antara Shafa dan Marwah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 367-371.
Thumbnail Source: Photo by Ishan Unsplash
Artikel Terkait:
Hukum Ibadah Umrah