Secara bahasa, kata Wala’ adalah kata mashdar dari fi’il waliya yang mana arti dari waliya ini adalah dekat. Dekat yang dimaksud dengan wala’ disini adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka, serta bertempat tinggal bersama mereka.
Adapun bara’ adalah mashdar dari bara’ah yang berarti memutus atau memotong. برى القلم artinya memotong pena. Maksudnya di sini adalah memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-orang kafir sehingga tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka, serta tidak tinggal bersama mereka.
Beberapa contoh tentang cinta dan benci karena Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā, telah digambarkan oleh Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā di dalam Alquran. Di antara contoh-contoh tersebut antara lain:
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Cinta dan Benci Karena Allah, Source: Photo by Nirmal Pexels
Dalam QS. Al-Mumtahanah ayat 4, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman tentang sifat Nabi Ibrahin dan pengikutnya terhadap kaumnya yang kafir.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia. Ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)
Imam Ibnu Katsir berkata, “Allah berfirman kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin yang diperintahkan untuk memerangi, memusuhi, dan menjauhi orang-orang kafir.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa al-wala’ wal bara’ adalah ajaran Nabi Ibrahim, yang kita diperintahkan untuk mengikutinya. Allah menceritakan hal tersebut agar kita mencontohnya.
Maksud dari teladan yang baik. Pada penutup ayat, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (6)
Artinya:
“Sesungguhnya pada mereka itu Ibrahim dan umatnya ada teladan yang baik bagimu. Yaitu orang-orang yang mengharap pahala Allah dan keselamatan pada hari kemudian. Dan siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 6)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Cinta dan Benci Karena Allah, Source: Photo by Khairul Onggon Pexels
Contoh kedua yaitu firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā pada QS. Al-Hasyr ayat 9 tentang sikap orang-orang Anshar terhadap saudara-saudanyanya dari kaum Muhajirin.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfiman,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9)
Artinya:
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madina telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka kaum Muhajirin. Mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hari mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr [59]: 9)
Maksudnya orang-orang yang tinggal di Darul Hijrah, yaitu Madinah, sebelum kaum Muhajirin, dan kebanyakan mereka beriman sebelum Muhajirin. Mereka mencintai dan menyayangi orang-orang yang berhijrah kepada mereka karena kemuliaan dan keagungan jiwa mereka dengan membagikan harta benda mereka tanpa merasa iri terhada keutamaan yang diberikan kepada Muhajirin daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri juga sangat membutuhkan.
Ini adalah puncak itsar mengutamakan saudara dan wala’ kepada Allah terhadap para penolong.
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 124-126.
Thumbnail Source: Photo by Pavlo Pexels
Artikel Terkait:
Hukum Meminta Bantuan Orang Kafir