Ilmu adalah pelita di tengah gelapnya malam, menjadi penuntun manusia untuk menjalani kehidupan di dunia. Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah, dan Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu di sisi-Nya.
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seorang muslim dan muslimah”
Kita tahu bahwa setiap muslim dan muslimah tidak berkewajiban mempelajari semua ilmu, tetapi berkewajiban mempelajari ilmu yang ia butuhkan saat itu. Sebagaimana dikatakan: Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang dibutuhkan saat itu, dan sebaik-baik amal adalah menjaga (amal) yang dituntut saat itu.
Source: Photo By Omer Haktan Bulut From Unsplash
Perlu diketahui, seorang muslim wajib mempelajari semua keadaan yang akan ia jalani, keadaan apapun itu. Dengan demikian, karena ia harus menegakkan shalat maka ia wajib mempelajari ilmu tentang shalat, minimal ilmu yang dengannya ia bisa menjalankan kewajiban shalat. Selain itu, sekurang-kurangnya ia wajib mempelajari ilmu yang dengannya ia dapat menjalankan semua kewajiban. Sebab, sesuatu yang menjadi wasilah untuk menegakkan sesuatu yang fardhu maka hukumnya juga fardhu. Demikian pula sesuatu yang mejadi wasilah untuk menegakkan sesuatu yang wajib maka hukumnya juga wajib dipelajari.
Begitu juga dalam perkara puasa, zakat (jika ia memiliki harta), dan haji jika memang sudah wajib baginya. Sama halnya dengan jual beli; jika memang orang yang berprofesi sebagai pedagang.
Dikatakan kepada Muhammad bin Hasan Raḥimahullāh, “Kenapa Anda tidak menulis kitab tentang zuhud?” Beliau menjawab, “Aku telah menulis satu kitab dalam bab jual-beli.” Maksudnya, orang yang zuhud adalah orang yang selamat dari syubhat-syubhat dan hal-hal yang dimakruhkan dalam perdagangan, begitu juga dalam semua bentuk muamalah dan pekerjaan.
Source: Photo By Rizki Yulian From Unsplash
Dan siapa saja yang menyibukkan diri dengan salah satu darinya, maka ia wajib mempelajari ilmu yang dapat menjaga dirinya dari hal-hal yang haram.
Diwajibkan pula baginya untuk mempelajari ilmu tentang hati, seperti tawakal, inabah, khasyyah, dan rida, karena hal itu terjadi di setiap keadaan.
Semua orang sudah tahu akan keutamaan ilmu karena ilmu merupakan keistimewaan bagi manusia. Sebab, semua sifat selain ilmu itu sama-sama dimiliki oleh manusia dan juga semua hewan, seperti: sifat berani, nekat, kuat, dermawan, kasih sayang, dan lain sebagainya, kecuali ilmu.
Dengan ilmu, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā menunjukkan kemuliaan Adam atas malaikat, dan Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepada-Nya. Ilmu menjadi mulia karena ia merupakan wasilah menuju kebaikan dan ketakwaan, yang dengannya seseorang berhak mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā dan kebahagiaan yang abadi.
Sebagaimana dikatakan kepada Muhammad bin Al-Hasan Raḥimahullāh:
Belajarlah, karena ilmu adalah …
Hiasan, keutamaan, dan alamat pujian bagi pemiliknya
Jadilah orang yang dapat mengambil manfaat setiap hari
Dengan cara menambah ilmu, dan berenanglah di samudera kemanfaatan.
Dalamilah ilmu fikih, karena fikih adalah pemimpin terbaik
Untuk mengantarkan kepada kebaikan dan ketakwaan, serta tujuan yang terbaik.
Fikih adalah ilmu yang menunjukkan pada jalan hidayah,
Ia benteng yang menyelamatkan dari segala malapetaka
Sungguh ahli fikih yang wara’
Itu lebih berat dari setan daripada seribu ahli ibadah.
Demikian juga (diwajibkan menuntut ilmu) tentang seluruh akhlak, seperti dermawan dan bakhil, pengecut dan berani, sombong dan tawadhu’, pengertian, berlebih-lebihan dan hemat, dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya sombong, pengecut dan berlebih-lebihan itu hukumnya haram, dan tidak mungkin seseorang selamat dari sifat-sifat itu kecuali setelah mengetahui ilmunya dan ilmu yang sebaliknya. Maka dari itu, setiap orang wajib mengetahuinya.
Source: Photo From Freepik
Syekh Al-Imam Asy-Syahid Nashirudin Abu Al-Qasim Raḥimahullāh telah menulis satu kitab dalam bidang akhlak, dan itulah kitab terbaik yang beliau tulis!
Maka setiap muslim wajib mempelajarinya.
Adapun mempelajari sesuatu yang terjadi sesekali, maka hukumnya adalah fardhu kifayah. Apabila sebagian orang sudah melaksanakannya (di suatu negeri) maka kewajiban itu gugur bagi sebagian yang lain. Namun, jika di negeri itu tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka semuanya berdosa.
Seorag imam wajib memerintahkan kewajiban itu kepada mereka, atau memaksa rakyat untuk melaksanakannya.
Ada yang mengatakan: sesungguhnya ilmu yang dibutuhkan oleh seseorang pada semua keadaan, kedudukannya sama seperti makanan yang setiap orang pasti membutuhkannya. Sementara ilmu yang dibutuhkan sesekali, adalah ibarat obat yang dibutuhkan pada saat tertentu.
Adapun ilmu nujum (astrologi) adalah ibarat penyakit sehingga mempelajarinya adalah haram, karena ia membahayakan dan tidak bermanfaat. Bukankan lari dari qadha’ dan qadar Allah itu tidak mungkin?
Oleh sebab itu, hendaknya seorang muslim menyibukkan dirinya di semua waktunya dengan berdzikir kepada Allah, berdoa merendahkan diri dihadapan Allah, membaca Al-Qur’an, bersedekah, memohon ampunan dan kesehatan dari Allah di dunia maupun di akhirat, agar Allah menjaganya dari malapetaka dan bencana.
Sesungguhnya orang yang diberi rezeki untuk berdoa, ia tidak terhalang dari pengabulan. Jika suatu bencana telah ditakdirkan, pasti akan menimpanya, akan tetapi Allah akan memudahkan baginya dan memberikan rezeki kepadanya berupa kesabaran lantaran keberkahan doanya. Kecuali jika seseorang belajar ilmu nujum (baca: astronomi) sebatas untuk mengetahui arah kiblat dan waktu-waktu shalat, maka hal itu diperbolehkan.
Adapun belajar ilmu kedokteran, maka diperbolehkan. Sebab, ia adalah salah satu di antara sekian banyak faktor (kesembuhan), sehingga diperbolehkan untuk mempelajarinya sebagaimana faktor-faktor yang lainnya. Nabi pun pernah berobat.
Source: Photo From Freepik
Dikisahkan dari Imam Syafi’i Raḥimahullāh bahwasannya beliau berkata, “Ilmu itu ada dua, ilmu fikih untuk agama dan ilmu kedokteran untuk badan, selain itu adalah majelis kebodohan.
Adapun tafsiran dari ilmu adalah: Sifat yang dimiliki seseorang, yang tampak jelas tersingkap (mudah/ringan) apa yang disebutkan (ilmu) bagi orang yang memilikinya.
Sementara fikih adalah: mengetahui detail ilmu dengan (disertai solusi).
Abu Hanifah Raḥimahullāh berkata, “Fikih adalah mengetahui apa yang dibutuhkan dan apa yang menjadi bencana bagi diri seseorang.”
Beliau berkata lagi, “Ilmu itu hanya untuk diamalkan, sedangkan mengamalkan disini adlaah: meninggalkan yang disegerakan (dunia) demi mendapatkan yang diakhirkan (akhirat).
Maka seyogianya setiap orang tidak lalai terhadap dirinya, apa yang bermanfaat untuknya, apa yang berbahaya baginya di dunia maupun di akhirat. Hendaknya ia mengambil apa yang bermanfaat dan menjauhi apa yang berbahaya, agar supaya ilmunya, akalnya, dan amalnya tidak menjadi beban pemberat untuk dirinya, sehingga menambah berat hukumannya. Kita berlindung kepada Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā dari murka dan siksanya.
Dikutip dari: Imam Az-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’allim fi Thariq At-Ta’allum. Edisi terjemah: Alih Bahasa Abdurrahman Azzam, Ta’limul Muta’alim Pentingnya Adab Sebelum Ilmu, (Solo: Aqwam, 2019), 37-45.
Thumbnail Source: Photo By Rawpixel From Adobe Stock
#adab sebelum ilmu #arti ilmu fikih #arti ilmu #Definisi Ilmu #ilmu fikih #keutamaan Ilmu #keutamaan menuntut ilmu #kewajiban menuntut ilmu #makna ilmu #manfaat ilmu #pengertian ilmu fikih #pentingnya adab seelum ilmu