Secara bahasa istilah ghuluw berarti melampaui batas, yaitu melebihi batas ukuran. Sikap ghuluw (melampaui batas atau berlebih-lebihan) dalam agama adalah sikap yang tercela dan dilarang oleh syariat. Sikap ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya, juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan.
Maksud berlebihan dalam hak Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam ialah melampaui batas dalam menilainya hingga mengangkatnya melebihi derajat hamba dan rasul, serta memberikan satu kekhususan Allah kepadanya dengan berdoa dan memohon pertolongan kepadanya, serta bersumpah atas Namanya.
Banyak sekali dalil-dalil Alquran dan Sunnah yang memperingatkan dan mengharamkan ghuluw atau sikap melampaui batas tersebut. Di antaranya yaitu firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā di dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 171.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ
Artinya:
“Janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian.” (QS. An-Nisa: 171)
Artinya, jangalah kalian melebihi batas kalian.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Ghuluw (Melampaui Batas), Source: Photo by Shahbaz Pexels
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam melarang umatnya berlebihan dalam memuji dan menyanjung hak beliau. Beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam telah melarang ini dengan sabda beliau:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
Artinya:
“Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam menyanjung Isa putra Maryam. Aku hanyalah seorang hamba-Nya. Untuk itu panggillah aku, hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari Muslim)
Artinya, janganlah kalian memujiku secara batil dan janganlah kalian berleihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani yang berlebihan dalam memuji Isa ‘Alaihi Al-Salam hingga mereka menganggapnya sebagai tuhan. Sifati Aku sebagaimana Rabbku menyifatiku.
Ketika sebagian sahabat berkata kepada beliau, “Engkau adalah sayyid (tuan) kami.” Beliau menjawab, “Sayyid itu hanyalah Allah Tabaraka wa Ta’ala.” Ketika mereka berkata, “Engkau orang yang paling utama dan agung kebaikannya.” Beliau menjawab, “Katakanlah seperti yang biasa kalian ucapkan atau sebagian yang kalian ucapkan, tapi jangan sampai kalian diseret setan.”
Orang-orang juga berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang yang paling baik dan anak yang paling baik di antara kami. Tuan kami dan anak tuan kami.” Beliau menjawab:
“Wahai manusia, ucapkanlah sesuka kalian tapi jangan sampai kalian tergoda oleh setan. Aku hanyalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian menyanjungku melebihi kedudukan yang telah Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berikan kepadaku.” (HR. Ahmad dan An-Nasai)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Ghuluw (Melampaui Batas), Source: Photo by Julia Pexels
Beliau tidak suka bila dipuji dengan ucapan-ucapan tersebut, engkau tuanku, engkau orang paling baik dan utama di antara kami, dan engkau orang yang paling agung. Padahal memang beliau adalah manusia yang paling utama dan paling mulia secara mutlak. Namun begitu, beliau melarang para sahabat melakukan hal itu demi menjauhkan mereka dari sikap berlebihan dalam memuji hak beliau dan demi menjaga tauhid mereka.
Beliau menyuruh para sahabat untuk menyifati beliau dengan dua sifat yang paling tinggi bagi hamba, di dalamnya tidak ada ghuluw juga tidak membahayakan akidah, yaitu Abdullah dan Rasuluhu. Beliau tidak suka disanjung melebihi kedudukan yang Allah Ridhai baginya.
Tetapi, sekarang, banyak sekali manusia yang melanggar larangan beliau ini. Mereka memanjatkan doa kepada beliau, meminta pertolongan, bersumpah, dan meminta kepada beliau sesuatu yang mestinya diminta hanya kepada Allah sebagaimana syariat Islam telah mengaturnya.
Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 413-415.
Thumbnail Source: Photo by Alena D Pexels
Artikel Terkait:
Nabi Muhammad adalah Rasul