Hal-hal yang mewajibkan mandi ada enam. Tiga di antaranya mencakup laki-laki dan perempuan, sedangkan tiga lainnya khusus untuk wanita. Untuk laki-laki dan wanita: (1). Beretemunya dua khitan, (2). Keluarnya air mani, dan (3). Meninggal. Khusus untuk wanita: (1). Haid, (2), Nifas, dan (3). Melahirkan.
Penjelasan:
(1). Tempat khitan bagi laki-laki adalah kulit yang menutupi kepala kemaluan sebelum dikhitan, sedangkan bagi perempuan adalah kulit yang berada di bagian atas qubul dekat tempat keluarnya kencing. Maksud bertemunya dua khitan adalah kedua kelamin saling berhadapan, yaitu dengan masuknya kelamin laki-laki ke dalam kelamin perempuan. Tepatnya, kalimat ini merupakan bentuk majas dari jimak (hubungan badan).
Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah Raḍiallāhu ‘Anhu bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘alaihi Wa sallam beliau bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ
“Jika seseorang berada di atas keempat anggota badan istrinya kemudian membuatnya payah maka wajib baginya mandi.”
Dalam riwayat Muslim:
وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
“Walaupun tidak keluar mani.”
Maksud keempat anggota badan adalah kedua paha dan kedua betis wanita. Maksud membuatnya payah adalah bentuk kinayah dari usaha memasukkan penis ke dalam kemaluan istrinya. Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan wajibnya mandi karena melakukan jimak walaupun tidak sampai keluar mani, sebagaimana diungkapkan secara jelas oleh riwayat Muslim.
(2). Mengenai wajibnya mandi karena keluar mani, Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Ummu Salamah Raḍiallāhu ‘Anhā, bahwa Ummu Sulaim datang kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan berkata , “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran. Haruskah perempuan mandi jika bermimpi?” Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “Ya, jika dia melihat air.” Yaitu, mani atau cairan yang keluar dari perempuan ketika berjimak.
Maksud bermimpi dalam hadis di atas adalah bermimpi bahwa dia disetubuhi.
Abu Dawud dan selainnya meriwayatkan hadis dari Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā dia berkata, Rasulullah Ṣallallāhu ‘alaihi Wa sallam ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapati basah pada dirinya namun dia tidak ingat mimpi apapun. Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “Dia harus Mandi.” Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam juga ditanya tentang seorang laki-laki yang bermimpi namun tidak mendapati ada yang basah pada dirinya. Beliau menjawab, “Tidak ada kewajiban mandi baginya.” Ummu Sulaim berkata, “Perempuan itu melihat ada yang basah. Apakah wajib baginya untuk mandi? “Beliau menjawab, “Ya, perempuan itu adalah partnernya laki-laki.” Artinya, sama dengan mereka dalam akhlak dan tabiat. Seakan-akan mereka itu diambil dari laki-laki.
(3). Mengenai wajibnya mandi karena meninggal, Bukhari (1195) dan Muslim meriwayatkan hadis dari Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyyah Raḍiallāhu ‘Anhā, dia berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menemui kami ketika anak perempuannya meninggal. Beliau lalu bersabda, “Mandikanlah dia. Mandikanlah dia. Mandikanlah dia.”
Bukahari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas Raḍiallāhu ‘Anhu bahwa seorang laki-laki dilempar untanya dan diinjak lehernya. Ketika itu kami bersama Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam yang sedang ihram. Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam lalu bersabda, “Mandikanlah dia dengan air dan sidr serta kafanilah dia dengan dua buah kain.”
(4). Mengenai wajibnya mandi karena haidh, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman. “Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh dan jangan mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al-Baqarah [2]: 222). Mereka telah suci, artinya telah mandi.
Bukhari meriwayatkan hadis dari Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepada Fathimah binti Abu Jubaisy Raḍiallāhu ‘Anhā, “Jika haidh datang maka tinggalkanlah shalat. Jika telah berlalu, maka mandilah dan kerjakanlah solat.”
(5). Nifas diqiyaskan dengan haidh karena darah nifas adalah darah haidh yang berkumpul.
(6). Ketika melahirkan, wanita wajib mandi karena anak yang keluar berasal dari mani. Biasanya, darah keluar bersamanya.
Dikutip dari: Muṣthafā Dīb al-Bughā, al-Tadhhīb Fi Adillahti al-Ghāyah Wa al-Taqrīb, (Beirūt: Dār Ibn Kathīr, 1989), 23-25.
#Abu Shuja' #Fikih #Mandi Junub #Mazhab Syafii