Adapun hal-hal yang dibolehkan bagi wanita haidh yaitu:
Wanita yang sedang haidh dan orang yang junub boleh berdzikir atau membaca Alquran menurut pendapat yang kuat. Demikain menurut pendapat yang masyhur dari madzhab asy-Syafi’i dan Ahmad.
Pendapat di atas dikatakan oleh hadits Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Dahulu pada hari Ied kami diperintahkan untuk keluar, bahkan wanita-wanita pingitan dan wanita haidh pun diperintahkan. Adapun wanita-wanita haidh ditempatkan di barisan belakang, mereka bertakbir dan berdoa bersama jamaah yang lainnya, mereka juga mengharapkan keberkahan dan kesucian itu.” (HR. Bukhari Muslim)
Telah dimaklumi bahwa orang yang menunaikan haji pasti berdzikir kepada Allah dan membaca Alquran, maka demikian pula orang yang haidh.
Tidak ada satupun dalil yang melarang wanita haidh melakukan sujud ketika mendengar ayat sajdah. Sujud yang dimaksud adlah yang dilakukan di luar shalat dan tidak disyaratkan bersuci terlebih dahulu.
Diriwayatkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari No. 4862 bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam pernah membaca surat An-Najm lalu beliau sujud. Maka kaum muslimin, orang-orang musyrik, jin dan manusia pun ikut sujud bersama beliau.
Bisa dikatakan bahwa mustahil jika mereka semua dalam keadaan suci, karena sujud tilawah tidak dikategorikan sebagai shalat. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Az-Zuhri dan Qatadah, sebagaimana disebutkandlam Mushanaf Abdirrazzaq.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Hal yang Dibolehkan Bagi Wanita Haidh, Source: Photo by Masjid MABA Unsplash
Kami tidak menemukan dalil yang jelas dan shahih yang melarang wanita haidh menyentuh mushaf, walaupun banyak ulama berpendapat bahwa wanita haidh tidak boleh menyentuh mushaf. Akan tetapi dalail yang mereka bawakan sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah.
Berdasarkan hadits ‘Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā, ia berkata bahwa, “Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam pernah membaca Alquran, sementara kepala beliau berada di pangkuanku, padahal saat itu aku sedang haidh.” (HR. Bukhari Muslim)
Hal ini tidaklah mengapa, bahkan kaum wanita yang sedang haidh dianjurkan keluar untuk menyaksikan shalat Id, namun mereka dilarang mengikuti shalat.
Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Hendaklah para gadis, gadis-gadis pingitan, dan wanita yang sedang haidh keluar untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Dan hendaklah wanita haidh menjauhi tempat shalat.” (HR. Bukhari)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Hal yang Dibolehkan Bagi Wanita Haidh, Source: Photo by Daniel O Unsplash
Dalam masalah ini terdapat perbedaan mendalam di kalangan para ulama. Kesimpulannya, belum ditemukan adanya dalil shahih yang melarang wanita haidh masuk ke dalam masjid. Dengan demikian, hukum asalnya dibolehkan, sampai ditemukan adanya dalil yang melarangnya.
Dalil paling kuat yang membolehkan wanita masuk ke dalam masjid adalah ketika Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam mengizinkan ‘Aisyah masuk ke Masjidil Haram pada saat ia sedang haidh. Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam hanya melarang ‘Aisyah melakukan thawaf.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata, “Aku memberikan minum kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dari bekas air minumku ketika aku sedang haidh, lalu beliau menempelkan bibirnya pada bekas bibirku di gelas kemudian beliau minum. Akupun pernah menggigit daging ketika haidh, kemudian aku berikan kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, lalu beliau menempelkan bibirnya pada bekas gigitanku.” (HR. Muslim)
Seperti mencuci kepala, menyisir rambut dan merapikannya. Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata, “Aku pernah menyisir rambut Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam ketika aku sedang haidh.” (HR. Bukhari Muslim)
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Raḍiallāhu ‘Anhā, ia berkata, “Ketika aku berbaring bersama Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dalam satu selimut, tiba-tiba aku haidh. Lalu aku keluar dengan perlahan dan mengenakan pakaian yang biasa aku kenakan ketika haidh. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah engkau haidh?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Beliaupun memanggilku, lalu aku tidur bersama dalam satu selimut.” (HR. Bukhari Muslim)
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 066-069.
Thumbnail Source: Photo by The Dancing Rain Unsplash
Artikel Terkait:
Amalan yang Diharamkan Bagi Wanita Haidh