Dalam pelaksanaan shalat jenazah, terdapat beberapa huku seputar shalat jenazah yang semestinya dapat diambil faidahnya oleh seluruh umat muslim. Di antara hukum-hukum seputar shalat jenazah tersebut antara lain:
Anak kecil yang belum baligh juga dishalatkan jika meninggal, berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, ia berkata, “Jenazah anak kecil dari suku Anshar pernah dibawa ke hadapan Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan beliau menshalatkannya.” (HR. Muslim)
Adapun bayi yang gugur, jika telah berumur empat bulan ke atas, makai a dimandikan dan dishalatkan, karena bayi yang berusia empat bulan telah mempunyai ruh. Jika bayinya belum berumur empat bulan, maka ia tidak dimandikan dan tidak dishalatkan, ia cukup dibungkus dengan kain dan tidak dikuburkan. Tidak ada perselisihan dalam masalah ini di antara para ulama, sebagaimana telah dijelaskan.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Hukum Seputar Shalat Jenazah, Source: Photo by Radar Sriwijaya Image
Secara zhahir, orang yang bunuh diri masih dihukumi senagai orang Islam menurut pendapat yang paling shahih dari berbagai pendapat para ulama. Oleh karena itu, tidak mengapa jika ia dishalatkan. Hanya saja, para imam dan orang-orang mulia yang menjadi panutan tidak menshalatkan jenazah yang mati bunuh diri, sebagai peringatan agar orang lain tidak mencontohnya, dan itu baik. Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam sendiri tidak menshalatkan jenazah yang mati bunuh diri. (HR. Muslim)
Beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada para shahabatnya, “Shalatkanlah ia!” Ini pula yang menjadi pendapat Imam Malik, Ahmad, dan imam-imam lainnya.
Hukum menshalatkan jenazah yang suka bermaksiat, melakukan dosa besar dan bid’ah selama bid’ahnya tidak membuatnya kafir masuk ke dalam bab ini (sama).
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Hukum Seputar Shalat Jenazah, Source: Photo by Kumparan Image
Telah disebutkan di awal, sebuah hadits dari Jabir, bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan untuk mengubur orang-orang yang mati syahid pada perang Uhud dengan darah yang melekat pada tubuh mereka, tidak perlu dimandikan dan tidak dishalatkan. (HR. Bukhari)
Tetapi disebutkan dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menshalatkan orang-orang yang mati syahid dalam perang Uhud setelah berlalu delapan tahun. Beliau menshalatkan jenazah seperti orang yang melepas kepergian orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang sudah mati. (HR. Bukhari Muslim)
Diriwayatkan juga bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menshalatkan orang Arab Badui yang terbunuh dengan panah ketika memerangi musuh. (HR. An-Nasa’i)
Dari beberapa hadits yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa menshalatkan orang yang mati syahid di medan perang tidaklah wajib. Boleh dilakukan dan boleh juga ditinggalkan.
Shalat ghaib boleh dilakukan untuk orang yang meninggal di tempat lain dengan syarat belum ada orang yang menshalatkannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan kepada orang-orang tentang kematian Najasyi pada hari wafatnya. Kemudian beliau keluar bersama mereka menuju mushalla, lalu beliau bertakbir empat kali takbir dan melaksanakan shalat ghaib. (HR. Bukhari Muslim)
Tidak ada riwayat shahih yang menerangkan bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam mengerjakan shalat ghaib kecuali untuk raja Najasyi ini, kerana ia wafat di tengah orang-orang musyrik yang tidak shalat. Walaupun di antara mereka ada yang beriman, namun mereka tidak mengetahui sedikitpun tentang tata cara shalat.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Hukum Seputar Shalat Jenazah, Source: Photo by GS Image
Terdapat waktu-waktu terlarang untuk mengerjakan shalat jenazah, di antaranya ketika matahari terbit, ketika matahari persis di atas kepala dan ketika matahari terbenam. Tidak diragukan lagi bahwa shalat Jenazah pun tidak boleh dikerjakan pada waktu-waktu tersebut. Inilah yang diyakini oleh para shahabat.
Ketika itu ada jenazah yang disimpan di pekuburan Baqi’ setelah shalat Subuh, lalu Ibnu Umar berkata kepada keluarga mayit. “Kalian bisa menshalatkannya sekarang, atau kalian tidak menshalatkannya kecuali setelah matahari terbit.” (Muwaththa Mslik)
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 241-243.
Thumbnail Source: Photo by Promedia Image
Artikel Terkait:
Cara Shalat Jenazah