Al-Ghaib adalah mashdar atau kata dasar yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak dapat diindera, baik sudah diketahui atau belum. Iman pada yang ghaib berarti iman pada suatu yang tidak dapat diindera, tidak diketahui akal sehat, dan hanya diketahui melalui pemberitaan dari Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam.
Beriman pada yang ghaib termasuk sifat-sifat orang mukmin. Sebagaimana firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3)
Artinya:
“Alif Lam Mim. Kitab Alquran ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 1-3)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Iman Kepada yang Ghaib, Source: Photo by Dipin Das Pexels
Mengenai makna iman mereka, ada dua pendapat yaitu:
Kedua makna di atas tidak bertentangan dan dua-duanya harus ada dalam diri seorang muslim.
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 174-175.
Thumbnail Source: Photo by Abdullah Oguk from Unsplash
Artikel Terkait:
Dampak Maksiat Terhadap Keimanan