Fiqih atau pemahaman tentang asma’ Allah yang indah, Asma’ul Husna, merupakan bahasan yang mulia dalam khazanah ilmu keislaman. Bahkan ia adalah fiqih yang paling agung (al-fiqhul akbar). Adapun fiqih Asma’ul Husna ini termasuk kategori paling awal dan terdepan dalam cakupan sabda Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهُّ فِي الدِّينِ
Artinya:
“Siapa yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan kebaikan, Dia akan memberikan kepadanya kepahaman dalam masalah agama Islam.” (HR. Bukhari Muslim)
Pengetahuan tentang Asma’ul Husna ini merupakan objek termulia yang digandrungi jiwa manusia. Dan ia merupakan sebaik-baik ilmu yang harus diraih oleh mereka yang mendapat petunjuk dan hidayah-Nya. Bahkan merupakan tujuan utama dan terakhir yang hendak diraih oleh mereka yang berlomba dan saling bersaing memperebutkannya.
Ilmu ini bagaikan tiang pancang menuju Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā. Inilah pintu utama meraih kecintaan dan keridhaan-Nya, jalan lurus bagi siapa saja yang dicintai Allah dan dipilih-Nya kelak.
Jika setiap bangunan itu memiliki pondasi, maka pondasi agama Islam adalah beriman kepada Allah berikut asma’ dan sifat-sifat-Nya. Semakin kokoh sebuah pondasi, maka ia akan semakin kuat menopang bangunan tersebut. Sehingga tidak akan runtuh dan hancur.
Ibnul Qayyim Raḥimahullāh berkata, “Siapa yang ingin membangun gedung yang tinggi, maka ia harus mengukuhkan pondasinya. Dan ia juga harus selalau terus memantau pembangunannya.
Sesungguhnya, bangunan yang tinggi menjulang bertumpu pada kekuatan dan kekokohan pondasinya. Amal perbuatan dan derajat kemuliaan seseorang itu ibarat satu bangunan, dan pondasinya adalah iman. Setelah pondasi bangunan ini kuat dan kokoh, ia akan menopang bangunan itu menjulang tinggi.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Kedudukan Ilmu tentang Asma dan Sifat Allah, Source: Photo by Timo Pexels
Jika salah satu bagian dari bangunan ini rusak, perbaikannya pun akan mudah dilakukan. Namun, jika pondasi bangunan tersebut tidak kokoh, maka bangunan tersebut tidak mungkin dapat berdiri dengan kokokh, tidak ada kekuatan. Jika nanti salah satu bagian dari pondasi ini rusak, bangunan ini pasti akan rentan roboh.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā telah menjelaskan mengenai hal tersebut dalam firman-Nya:
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
Artinya:
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama degan dia ke dalam neraka jahannam.” (QS. At-Taubah: 109)
Posisi pondasi sebuah gedung yang akan dibangun laksana tenaga bagi tubuh manusia. Jika tenaga dalam dirinya itu kuat, maka tenaga itu pasti akan mempu menopang tubuh manusia dan mencegahnya dari berbagai kendala. Namun, jika tenaga dalam tubuhnya lemah, tentu ia tidak akan mampu menopang tubuhnya, dan akan mengalami banyak kendala.
Maka itu, jadikanlah bangunan dirimu bertumpu pada kekuatan pondasi iman. Jika suatu ketika di atapnya ada bagian yang retak, akan lebih mudah untuk mengetahuinya daripada mengetahui bagian pondasi yang rusak.
Pondasi yang dimaksud pada pembahasan ini terdiri atas dua perkara penting. Pertama, shahihnya ma’rifah (pengenalan) kepada Allah, perintah-Nya, asma’-asma’, serta sifat-sifat-Nya. Kedua, hanya tunduk dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak kepada yang lain.
Inilah pondasi terkuat bangunan Islam. Keduanya harus dijadikan sebagai pondasi bangunan yang didirikan oleh tiap hamba Allah. Dengan pondasi ini, cukup baginya untuk meninggikan bangunan sesuai keinginannya.” Demikianlah penjelasan dari Ibnul Qayyim.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Kedudukan Ilmu tentang Asma dan Sifat Allah, Source: Photo by Thirdman Pexels
Oleh karena itu, begitu banyak dalil di dalam Alquran Al-Karim yang mengokohkan dan menguatkan pondasi dan landasan ini. Bahkan, hampir tidak ada satu pun ayat di dalam Alquran yang tidak menyebutkan asma’-asma’ Allah yang baik (Asma’ul Husna) dan sifat-Nya yang mulia (ash-Shifatul ‘Ula).
Hal ini menjadi bukti konkret betapa urgennya pengetahuan tetang Asma’ul Husna dan semangat untuk mengetahuinya. Tingginya kedudukan pengetahuan mengenai Asma’ul Husna, karena ia merupakan tujuan utama diciptakannya manusia dan perwujudan eksistensinya.
Selain itu, ketauhidan yang diciptakan Allah bagi makhluk-Nya agar mentauhidkan-Nya, terbagi menjadi dua bagian. Yaitu:
Yaitu tauhid yang bersifat pengenalan dan penetapan. Ketauhidan ini mencakup keimanan kepada rububiyah Allah, asma’ dan sifat-sifat-Nya.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (12)
Artinya:
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari penciptaan bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)
Yaitu tauhid yang bersifat kehendak dan permintaan. Tauhid ini mempunyai kaitan erat dengan ibadah.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)
Artinya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Pada ayat pertama dijelaskan bahwa penciptaan itu bertujuan agar manusia memiliki pengetahuan tentang tujuan tauhid tersebut. Adapun ayat yang kedua dijelaskan bahwa penciptaan bertujuan agar manusia hanya beribadah kepada Allah. Dengan demikian, hakikat tauhid itu terdiri atas ilmu dan perbuatan.
Dikutip dari: Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Fiqhul Asmail Husna. Edisi terjemah: Alih Bahasa Aris Rahmat, M.A, Ensiklopedi Asma’ul Husna, (Jakarta: Pustaka Imam Syafii, 2017), 002-005.
Thumbnail Source: Photo by Thirdman Pexels
Artikel Terkait:
Makna Tauhid Asma’ wa Sifat