Manusia merupakan makhluk yang Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Penciptaan manusia tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk beribadah dan menyembah kepada Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā agar mendapatkan kebahagiaan yang abadi di surga-Nya.
Namun, kebanyakan dari manusia sangat menyukai kesenangan dunia, baik berupa harta, keluarga, keturunan, maupun jabatan. Banyak dari mereka yang sangat membanggakan dan menjadikannnya sebagai parameter kesuksesan hidup.
Oleh sebab itu banyak orang yang merasa sangat bersedih dan bahkan terkadang sampai berputus asa tatkala kesenangan itu lenyap darinya. Mereka tidak dapat menjadi sosok hamba yang bersabar tatkala kesenangan tersebut diambil darinya.
Sebaliknya, tatkala seseorang berhasil mendapatkan kenikmatan dunia, ia lalai untuk besyukur. Dirinya merasa bahwa kenikmatan tersebut diraih karena hasil kerja kerasnya, sehingga terkadang meremehkan orang lain disekitarnya karena tidak mendapat kenikmatan dan karunia sebagaimana ia dapatkan.
Inilah diantara tabiat yang sering ada pada diri manusia kecuali orang-orang yang diberi taufik oleh Allah Subḥānahu WaTa’ālā.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Kerendahan Hati Nabi Sulaiman, Source: Photo by Moh Elamine Pexels
Di antara orang-orang yang terpilih mendapatkan taufik untuk mensyukuri segala karunia dan nikmat-Nya adalah Nabi Sulaiman ‘Alaihi al-salām. Hal ini sebagaimana kisah Nabi Sulaiman yang terekam dalam firman-Nya,
فَلَمَّا رَءَاهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُۥ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّى غَنِىٌّ كَرِيمٌ
Artinya:
“Maka ketika dia (sulaiman) melihat singgasana itu terletak dihadapannya. Dia pun berkata, ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, Maha Mulia.” (QS. An-Naml [27]: 40)
Sebagaimana kita ketahui dari kisah Nabi Sulaiman bahwa ia adalah seorang raja. Ia dianugerahi kerajaan yang belum pernah diberikan kepada orang lain. Ia memiliki kemampuan untuk memahami segala jenis bahasa makhluk hidup.
Segala karunia dan kenikmatan dunia telah Allah berikan kepadanya. Allah telah memberikan harta, kerajaan, kedudukan yang terhormat, ilmu penegetahuan yang luas, istri yang cantik, lingkungan yang damai dan lain sebagainya. Meski demikian Nabi Sulaiman tidaklah menjadi sombong dan angkuh, melainkan ia pandai mensyukuri nikmat Allah Subḥānahu WaTa’ālā.
Nikmat dan karunia Allah yang diberikan kepada Nabi Sulaiman diantaranya juga yakni tentara dari bangsa jin, manusia dan hewan yang senantiasa siap mengawal dan membantunya. Dan hal menarik yang bisa kita kaji dari kisah Nabi Sulaiman adalah sebagaimana kisah yang diceritakan di dalam Alquran,
وَحُشِرَ لِسُلَيْمَٰنَ جُنُودُهُۥ مِنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ وَٱلطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
Artinya:
“Dan untuk Sulaiman dikumpulkan bala tentaranya dari jin, manusia, dan burung, lalu mereka berbaris dengan tertib.” (QS. An-Naml [27]: 17)
حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوْا۟ عَلَىٰ وَادِ ٱلنَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمْلُ ٱدْخُلُوا۟ مَسَٰكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Artinya:
“Hingga ketika mereka sampai dilembah semut, berkatalah seekor semut, wahai semut-semut, masuklah kedalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan merreka tidak menyadari.” (QS. An-Naml [27]: 18)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Kerendahan Hati Nabi Sulaiman, Source: Photo by Hemz Pexels
Manusia pada umumnya tidak terlalu peduli dengan makhluk kecil Bernama semut. Beda dengan Nabi Sulaiman, ketika ia mendengar dan menyaksikan kepanikan salah satu golongan semut. Nabi sulaiman kemudian menghentikan pasukannya dan membiarkan sekelompok semut itu segera memsuki sarangnya untuk berlindung. Sebagaimana dalam firman-Nya,
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Artinya:
“Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, Ya Tuhanku anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku. Dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml [27]: 19)
Dari kisah Nabi Sulaiman dan sikapnya itu tampak kekuatan iman yang teguh pada dirinya. Ia tidak mudah terpedaya oleh karunia apapun yang diberikan kepadanya. Karena semua itu merupakan anugerah dari Allah dan juga ujian bagi hamba-hamba-Nya.
Ucapan Nabi Sulaiman yang demikian itu karena ia sangat yakin bahwa barang siapa yang mensyukuri nikmat Allah, maka kebaikan dari menyukuri nikmat Allah itu akan Kembali kepada dirinya sendiri. Allah akan menambahkan nikmat-nikmat yang telah disyukuri oleh hamba-Nya.
Dan sebaliknya, orang-orang yang mengingkari nikmat Allah, maka keburukan dari keingkarannya itu juga akan Kembali kepadanya. Dia akan mendapat siksa atau diambil keberkahan dari nikmat-nikmat yang telah ia ingkari.
Kisah Nabi Sulaiman dalam hal menerima dan mensyukuri karunia dari Allah merupakan kisah yang harus dijadikan contoh teladan oleh setiap muslim. Yang demikian itu akan menghilangkan sifat angkuh dan sombong yang ada pada diri seseorang.
Thumbnail Source: Photo by B Ulzibat Pexels
Artikel Terkait:
Kisah Cinta Nabi Yusuf