Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Keuangan Negara Dalam Islam

Bina-Qurani-Keuangan-Negara-Dalam-Islam
Keuangan Negara Dalam Islam

Menurut ’Abū ‘Ubaid, bahwa harta yang diurus oleh pemimpin ada tiga bagian, yaitu fay’, khumus, dan zakat. Harta fay’ adalah harta yang dipungut dari ’ahlu al-Dhimmah sesuai dengan perjanjian perdamaian dengan mereka sebagai pembayaran jizyah atas jaminan keselamatan jiwa dan hartanya. ’Abū ‘Ubaid memasukan kharāj dan ‘ushūr dalam kategori fay’.

Harta fay’ ini dialokasikan untuk gaji para tentara dan gaji anak keturunan pejuang. Harta khumus adalah seperlima harta ghanīmah dari kafir harbi, rikāz, barang tambang, dan ma’dan. Adapun harta zakat menurut ’Abū ‘Ubaid adalah emas dan perak, unta, sapi, kambing, biji-bijian, dan buah-buahan.[1]

’Abū Yūsuf dan al-Māwardī tidak menyatakan secara tegas tentang harta apa saja yang dikelola oleh negara sebagaimana yang dikatakan oleh ’Abū ‘Ubaid. Sekalipun demikian, berdasarkan analisa penulis terhadap kitab al-Kharāj karya ’Abū Yūsuf, dapat disimpulkan bahwa keuangan publik Islam yang dikelola negara adalah ghanīmah, fay’, kharāj, zakat, jizyah, dan ‘ushūr.[2]

Sedangkan hasil analisa penulis terhadap kitab al-’Aḥkām al-Sulṭāniyyah karya al-Māwardī, bahwa sumber penerimaan negara dalam Islam meliputi zakat, fay’ dan ghanīmah, jizyah dan kharāj. Sebenarnya, harta-harta yang dijadikan sebagai sumber penerimaan negara menurut ’Abū ‘Ubaid, ’Abū Yūsuf, dan al-Māwardī adalah sama.

Bina-Qurani-Keuangan-Negara-Dalam-Islam

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Keuangan Negara Dalam Islam, Source: Photo by Engine A Pexels

Perbedaan hanya terletak pada maksud dan cakupan dari beberapa istilah dari sumber-sumber penerimaan negara tersebut tersebut. Misalnya ’Abū Yūsuf berpendapat bahwa fay’ adalah kharāj.[3] Sementara ’Abū ‘Ubaid[4] dan al-Māwardī [5] mengatakan bahwa fay’ adalah semua jenis harta yang diperoleh dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan, atau semisal dengan harta perdamaian.

Beberapa penulis dan peneliti kotemporer telah mengklasifikasi sumber-sumber pendapatan negara dikelola pada masa al-Khulafā’ al-Rāshidūn, di antaranya adalah M. Abdul Mannan,[6] ‘Alī Muhammad al-Ṣallābī,[7] Adiwarman Azwar Karim,[8] Euis Amalia,[9] Nur Chamid,[10] Aan Jaelani,[11] Ahmad Dahlan,[12] M. Fudhail Rahman,[13] Lilik Rahmawati,[14] dan Ali Murtadho[15]. Mereka menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan pada masa al-Khulafā’ al-Rāshidūn adalah zakat, infak, sedekah, wakaf, zakat fitrah, kaffārah, ’amwāl fāḍilah, nawā’ib, khumus, jizyah, kharāj, ‘ushūr, ghanīmah, uang tebusan, fay’, pinjaman, dan hadiah.

Sumber-sumber pendapatan negara tersebut dapat diklasifikasi berdasarkan jenis harta dan sumbernya. Ada pendapatan negara yang bersumber dari kaum muslimin berupa zakat, infak, sedekah, wakaf, zakat fitrah, kaffārah,’amwāl fāḍilah, nawā’ib, dan khumus. Adapula pendapatan negara yang bersumber dari orang-orang kafir yang sepakat hidup di bawah kekuasaan Islam seperti jizyah, kharāj, dan ‘ushūr. Pendapatan negara lainnya adalah ghanīmah, uang tebusan, fay’, pinjaman, dan hadiah. Penjelasan masing-masing dari sumber penerimaan negara tersebut akan dijelaskan pada bab-bab selanjutnya.

Bina-Qurani-Keuangan-Negara-Dalam-Islam

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Keuangan Negara Dalam Islam, Source: Photo by Andreea Pexels

==========

[1] ’Abū ‘Ubaid al-Qāsim ibn Salām, Kitab al-’Amwāl, Taḥqīq Muhammad Khalīl Harrās, (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986), 22-23.

’Abū ‘Ubaid juga menjelaskan tentang harta yang dikhususkan untuk Rasulullah S.A.W. selama beliau hidup, yaitu; pertama,  harta yang Allah S.W.T. limpahkan kepada Rasulullah S.A.W. dari harta kaum musyrikin yang diraih oleh kaum muslimin dengan cara menggunakan kuda dan pasukan, kedua, harta ash-Shafi, yaitu harta yang telah dipilih untuk dijadikan sebagai hak kepemilikan Rasulullah S.A.W. dari setiap ghanīmah yang dibagikan kepada kaum muslimin, ketiga, seperlima harta ghanīmah, yaitu harta harta rampasan perang yang sudah dibagikan kepada orang yang berhak dan setelah dibagikan seperlima.

’Abū ‘Ubaid mengatakan bahwa harta-harta tersebut merupakan kekhususan yang Allah S.W.T. berikan kepada Rasul-Nya saja. Maka, harta tersebut tidak dipraktikan lagi ketika Rasulullah S.A.W. sudah meninggal dunia. Adapun setelah Rasulullah S.A.W. meninggal dunia, maka harta hanya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fay’, seperlima (khumus), dan zakat. Lihat, Lihat, ’Abū ‘Ubaid al-Qāsim ibn Salām, Kitab al-’Amwāl, Taḥqīq Muhammad Khalīl Harrās, (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986), 14-22.

[2] ’Abū Yūsuf Ya’qūb ibn Ibrāhīm, Kitāb al-Kharāj, (Beirūt: Dār al-Ma’rifah, 1979), 3.

[3] ’Abū Yūsuf Ya’qūb ibn Ibrāhīm, Kitāb al-Kharāj, (Beirūt: Dār al-Ma’rifah, 1979), 23.

[4] ’Abū ‘Ubaid al-Qāsim ibn Salām, Kitab al-’Amwāl, Taḥqīq Muhammad Khalīl Harrās, (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986), 23.

[5] ‘Alī ibn Muhammad ibn Ḥabīb al-Māwardī, al-’Aḥkām al-Sulṭāniyyah Wa al-Wilāyāt al-Dīniyyah, (al-Qāhirah: Sharikah al-Quds, 2014), 173.

[6] M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 228-271.

[7] ‘Alī Muhammad al-Ṣallābī, Faṣl al-Khiṭāb Fī Sīrati Ibn al-Khaṭāb, (al-Qāhirah: Maktabah al-Tābi’īn, 2002), 289-327.

[8] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta), 45-49

[9] Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi islam Dari Masa Klasik Hingga Kotemporer, (Depok: Gramata Pubhlising, 2010), 78

[10] Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 54-55

[11] Aan Jaelani, Keuangan Publik: Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Cirebon: CV. Aksarasatu, 2018), 141-196.

[12] Ahmad Dahlan, Keuangan Publik Islam: Teori dan Praktik, (Purwokerto: STAIN Purwokerta Press, 2008), 17-35.

[13] M. Fudhail Rahman, “Sumber-sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara Islam”, al-Iqtishad, (2013), Vol.5, No.2, 243-248.

[14] Lilik Rahmawati, “Kebijakan Fiskal Dalam Islam”, al-Qānūn, (2008) Volume 11, Nomor 2, 444-453. Lilik Rahmawati, “Sistem Kebijakan Fiskal Modern dan Islam”, Oeconomicus: Journal of Economics, (2016), Volume 1, Nomor 1, 30-40.

[15] Ali Murtadho, “Konsep Fiskal Islam Dalam Perspektif Historis”, Economica, (2013), Volume IX, edisi 1, 38-49.

Dikutip dari: Dr. Ghifar, Lc., M.E.I., Konsep dan Implementasi Keuangan Negara pada Masa Al-Khulafa Al-Rashidun(Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi, 2020), 29-31.

Thumbnail Source: Photo by Movoyagee Pexels

Artikel Terkait:
Teknologi dalam Pandangan Islam

TAGS
#Hukum Islam #Islam dan Keuangan Negara #Islam dan Teknologi #Islam #Keuangan Islam #Keuangan Negara dalam Islam
© 2021 BQ Islamic Boarding School, All Rights reserved
Login