Konsekuensi dari syahadat la ilaha illallah yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan kalima laa ilaaha (tidak ada tuhan yang berhak disembah). Dan beribadah kepada Allah semata tanpa syirik sedikitpun, sebagai keharusan dari penetapan kalimat illallah (kecuali Allah).
Banyak orang yang mengikrarkan la ilaha illallah, tetapi melanggar konsekuensinya. Maka, mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa para makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan, maupun para thaghut lainnya.
Mereka berkeyakinan bahwa tauhid adalah bid’ah. Mereka menolak para da’i yang mengajak kepada tauhid dan mencela orang yang beribadah hanya kepada Allah semata.
Konsekuensi dari syahadat Muhammadur rasulullah yaitu menaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang lain dari perkara-perkara bid’ah dan hal-hal baru, serta mendahulukan sabdanya di atas semua pendapat manusia.
Site: Bina Qurani Islamic School, Image: Konsekuensi dan Pembatal Syahadatain, Source: Photo by Thirdman From Pexels
Pembatal-pembatal syahadatain yaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam Islam. Mengucapkan keduanya adalah pengakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi’ar Islam.
Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah diikrarkannya ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.
Perkara-perkara yang membatalkan Islam itu banyak sekali. Para fuqaha dalam kitab-kitab fiqih telah menulis bab khusus yang diberi judul Bab Riddah (kemurtadan). Adapun yang terpenting adalah sepuluh hal ini:
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa [04]: 48, 116)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Artinya:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempanya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah [05]: 72)
Termasuk didalamnya yaitu menyembelih karena selain Allah, misalnya untuk kuburan yang dikeramatkan atau untuk jin dan lain-lain.
Orang yang menjadikan perantara-perantara antara dirinya dan Allah. Ia berdoa kepada mereka, meminta syafaat kepada mereka, dan bertawakkal kepada mereka.
Orang yang tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik dan orang yang masih ragu terhadap kekufuran mereka atau membenarkan madzhab mereka, dia itu kafir.
Site: Bina Qurani Islamic School, Image: Konsekuensi dan Pembatal Syahadatain, Source: Photo by Michael Burrows From Pexels
Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk yang lebih sempurna daripada petunjuk Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, atau hukum yang lebih baik dari hukum beliau.
Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam walaupun ia juga mengamalkannya, maka ia kafir.
Siapa yang menghina sesuatu dari agama Rasul, pahala, atau siksanya, maka ia kafir. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Artinya:
“Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [09]: 65-66)
Sihir, di antaranya adalah sharf dan ‘athf (mungkin yang dimaksud adalah amalan yang bisa membuat suami benci kepada istrinya atau membuat wanita cinta kepadanya/pelet). Siapa melakukan atau meridhainya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā,
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
Artinya:
“Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’.” (QS. Al-Baqarah [02]: 102)
Mendukung kaum musyrikin dan menolong mereka dalam memusuhi umat Islam. Dalilnya adalah firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya:
“Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [05]: 51)
Siapa yang meyakini bahwa sebagian manusia ada yang boleh keluar dari syarian Nabi Muhammad Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, seperti halnya Nabi Hidhir boleh keluar dari syariat Nabi Musa ‘Alaihi al-salām, maka ia kafir.
Hal ini sebagaimana yang diyakini oleh ghulat sufiyah (sufi yang melampaui batas) bahwa mereka dapat mencapai suatu derajat atau tingkatan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam.
Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya, dan tidak pula mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنْذِرُوا مُعْرِضُونَ
Artinya:
“Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 3)
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ
Artinya:
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah [32]: 22)
Syaikh Muhammad berkata, “Tidak ada bedanya dalam hal yang membatalkan syahadat ini antara orang yang bercanda, serius (besungguh-sungguh), ataupun yang takut, kecuali dipaksa. Semuanya adalah bahaya yang paling besar serta yang paling sering terjadi. Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan mengkhawatirkan dirinya serta mohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah dan siksa-Nya yang sangat pedih.”
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 52-56.
Thumbnail Source: Photo by Abdullah Ghatashes From Pexels
Artikel Terkait:
Syarat-syarat Syahadatain