Orang yang utama dan mulia setelah para shahabat ialah para imam pembawa petunjuk dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang hidup dimasa keemasaan, serta generasi setelahnya yang mengikuti jejak baik para shahabat. Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)
Artinya:
“Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā ridha kepada mereka dan mereka rida kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Oleh karena itu, kita tidak boleh mencela dan mencaci mereka sebab mereka adalah para tokoh pembawa hidayah. Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (115)
Artinya:
“Dan barang siapa yang menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. An-Nisa’: 115)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Larangan Mencela Imam, Source: Photo by GS Image
Pen-Syarah kitab Ath-Thahawiyah berkata, “Setelah memberikan loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya, setiap muslim wajib memberikan loyalitas kepada orang yang beriman. Hal ini selaras dengan dikatakan Alquran, terkhusus mereka yang menjadi pewaris para nabi. Orang-orang yang Allah jadikan layaknya bintang-bintang yang menjadi petunjuk di kegelapan malam, baik di daratan maupun di lautan. Kaum muslimin sepakat bahwa mereka orang-orang yang mendapat hidayah dan memiliki pengetahuan (agama).
Mereka generasi penerus Rasulullah pada umatnya. Orang-orang yang telah menghidupkan sunah beliau yang sudah padam. Lantaran mereka, Alquran tegak dan dengan Alquran mereka berjaya. Alquran membicarakan mereka dan mereka juga berbicara mengenai Alquran. Mereka semua sepakat dan yakin akan wajibnya mengikuti Rasulullah. Apabila ada perkataan salah satu dari mereka berlawanan dengan hadits sahih, maka perkataannya harus ditinggalkan karena sebuah alasan.
Alasan tersebut terkumpul menjadi tiga macam:
Mereka lebih utama dari pada kita, lebih dahulu masuk islam, telah menyampaikan risalah rasul kepada kita, dan menjelaskan permasalahan agama yang samar (rumit) kepada kita. Karenanya, semoga Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā meridhai mereka semua.
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)
Artinya:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (muahajirin dan anshar), mereka berdoa, ya rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian di dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun Lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10).
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Larangan Mencela Imam, Source: Photo by GS Image
Merendahkan ulama hanya karena sebagian mereka keliru dalam berijtihad termasuk sikap ahli bid’ah, termasuk muslihat musuh-musuh islam untuk membuat keraguan dalam agama dan muslihat untuk menyematkan pemusuhan diantara kaum muslimin. Juga untuk memisahkan umat dari para pendahulu mereka dan menjauhkan generasi muda dari para ulama swebagaimana terjadi hari ini.
Untuk itu, hendaklah para pemula, yang melecehkan ahli fikih dan ilmu fikih islam, yang tidak suka mempelajari dan mengambil manfa’at dari kebenaran yang ada di dalamnya, mewaspadai hal itu. Seyogyanya mereka bangga dengan fikih itu dan menghormati para ulama, dan tidak terpedaya dengan propaganda-propaganda yang menysatkan.
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 435-437.
Thumbnail Source: Photo by GS Image
Artikel Terkait:
Larangan Mencela Shahabat