Kualitas pendidikan kita di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Menurut data UNESCO, peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yang mencakup pendidikan, Kesehatan, dan penghasilan per kepala di Indonesia menunjukkan angka yang semakin menurun.
Menurut survei PERC atau Political and Economic Risk Consultant, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi peringkat Indonesia berada di bawah Vietnam. Hasil dari survei ini nampak jelas bahwa, bangsa Indonesia memiliki masalah yang serius dalam mutu pendidikan.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga ditunjukkan oleh data dari Balitbang bahwa 146.052 SD di Indonesia teryata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP), dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Masalah Pendidikan Kita, Source: Photo by AWS Image
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah adanya masalah efektifitas, efisiensi, dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan kita di Indonesia pada umumnya. Adapun masalah pendidikan kita di Indonesia secara khusus adalah:
Untuk lebih jelasnya simak uraian dari masalah-masalah pendidikan kita di Indonesia berikut ini!
Secara khusus, ada tujuh indikator masalah yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berikut ini beberapa masalah pendidikan yang ada di Indonesia:
Rendahnya kualitas sarana fisik menjadi salah satu masalah pendidikan kita di Indonesia. Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia yang gedungnya rusak, kepemilikan, buku perpustakaan yang tidak lengkap dan penggunaan media belajar rendah.
Sementara itu, laboratorium juga tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai, dan semisalnya. Bahkan, masih banyak pula sekolah-sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Diknas menyebutkan bahwa untuk satuan tingkat SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa, serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut, terdapat 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, dan 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan. Sedangkan 201.237 kelas atau 23,26% mengalami kerusakan berat.
Keadaan tersebut juga terjadi di tingkat SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Masalah Pendidikan Kita, Source: Photo by Taman Pendidikan
Keadaan guru di Indonesia juga sangat memprihatinkan. Kebanyakan guru yang mengajar di sekolah-sekolah belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20 tahun 2003.
Kualitas guru-guru yang terlibat dalam proses pengajaran belum mampu secara maksimal melakukan rancangan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Selain itu, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak untuk mengajar. Kelayakan mengajar itu berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki dari guru itu sendiri.
Guru atau pengajar bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan. Tetapi, pengajaran merupakan sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas. Tenaga pengajar memberikan andirl sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Rendahnya kesejahteraan guru juga mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Kesejahteraan guru menjadi masalah pendidikan kita yang kurang mendapatkan perhatian oleh penyelenggara pendidikan.
Berdasarkan survei dari Federasi Guru Independen Indonesia atau FGI pada tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp. 3.000.000,-. Sekarang, pendapatan rata-rata perbulan yang diterima adalah:
Dengan pendapatan seperti itu, tentu saja banyak guru yang akhirnya terpaksa melakukan pekerjaan sampingan untuk menutupi kebutuhan hidup mereka. Ada guru yang mempunyai sampingan dengan menjadi pengajar lagi di sekolah lain, ada yang memberi les pada sore hari, ada yang menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku atau LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sejenisnya.
Tiga keadaan di atas tentu menhebabkan pencapaian siswa pun tidak memuaskan. Sebagai contoh, pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study atau TIMSS, siswa di Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika. Dan pada prestasi sains berada di rangking ke-37 dari 44 negara.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Masalah Pendidikan Kita, Source: Photo by AWS Image
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Sementara itu, layanan pendidikan usia dini juga masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini ini tentunya akan menjadi penghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
Rendahnya relevansi Pendidikan dengan kebutuhan di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup, sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan Ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Artinya orang miskin tidak boleh sekolah.
Itulah tujuh masalah khusus yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Semoga masalah pendidikan kita tersebut segera teratasi dengan Kerjasama banyak pihak untuk lebih perhatian dalam masalah pendidikan anak bangsa.
Thumbnail Source: Photo by Pemimpin ID
Artikel Terkait:
Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantaral