Dalam keadaan terpaksa, seseorang dibolehkan memakan makanan yang diharamkan. Hal ini sebagaimana firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā di dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat yang ke 173.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman, yang artinya:
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al-Baqarah: 173)
Jika seseorang terpaksa memakan makanan yang diharamkan sebagaimana yang disebutkan oleh Allah, maka dia boleh memakannya sebatas untuk mengganjal perutnya dan dapat menyelamatkan dirinya dari kematian.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Memakan Makanan yang Haram, Source: Photo by Malidate Pexels
Bolehkan berobat dengan sesuatu yang diharamkan? Jawabnya adalah bahwa berobat tidak termasuk sesuatu yang darurat menurut pendapat yang lebih kuat (rajih) karena berobat bukanlah sesuatu yang wajib menurut pendapat para imam. Bahkan, Syaikhul Islam berkata, “Aku tidak mengetahui seorang pun pendahulu kita yang mewajibkan berobat.”
Di antara dalil yang menunjukkan pendapat tersebut adalah hadits Ibnu Abbas tentang seorang Wanita berkulit hitam yang mendatangi Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai penyakit ayan. Karena itu, berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku.” Beliau bersabda, “Jika engkau mau, maka bersabarlah dan engkau akan mendapat surga, dan jika mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu …” (HR. Bukhari Muslim)
Seandainya berobat itu wajib, tentu beliau tidak akan memberikan pilihan.
“Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang menganjurkan untuk berobat. Dua hal ini dapat digabung, yaitu bahwa berserah diri tanpa melakukan pengobatan lebih utama jika penderita mampu bersabar. Akan tetapi, jika ia tidak mampu bersabar menahan penyakit dan justru menimbulkan kesulitan, maka berobat tentu lebih utama, karena keutamaan berserah diri tidak melakukan pengobatan menjadi hilang jika tidak disertai adanya kesabaran.” (Ad-Darari Al-Mudhiyyah: 393)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Memakan Makanan yang Haram, Source: Photo by Pixabay Pexels
Jadi kita katakana bahwa seseorang tidak boleh berobat dengan sesuatu yang diharamkan.
Dari Thariq bin Suwaid al-Ju’fi Raḍiallāhu ‘Anhu bahwasannya ia pernah bertanya kepada Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam tentang khamr. Kemudian beliau melarangnya atau membencinya jika ia membuatnya. Kemudian ia berkata, “Aku membuatnya hanya untuk berobat.” Maka beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya khamr itu bukan obat, tetapi penyakit.” (HR. Muslim)
Syaikhul Islam berkata, “Ini adalah nash tentang larangan berobat dengan khamr sebagai bantahan bagi orang yang membolehkannya. Begitu juga dengan semua yang diharamkan maka hukumnya sama sebagai bentuk qiyas darinya menyelisihi orang yang membedakan antara keduanya.”
Bagaimana mungkin seorang dokter muslim yang memahami hukum Islam mengatakan bahwa khamr itu adalah obat, padahal jelas-jelas Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam telah menyebutkan bahwa khamr adalah penyakit.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Raḍiallāhu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam melarang menggunakan obat yang buruk (haram atau najis).” (HR. Abu Daud)
Dan diriwayatkan pula dari Abu Darda’, ia berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah menurunkan penyaki dan obat, dan menjadikan obat untuk setiap penyakit. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Abu Daud)
Dalil-dalil ini menunjukkan haramnya berobat dengan sesuatu yang haram secara umum dan dengan khamr secara khusus. Syaikhul Islam telah menukil bahwa pengharaman ini merupakan madzhab para imam.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Memakan Makanan yang Haram, Source: Photo by Dana Pexels
Perhatian:
Sesgala sesuatu yang bisa menghilangkan akal adalah khamr, berdasarkan ucapan Umar, “Khamr adalah segala sesuatu yang bisa menghilangkan akal.” (HR. Bukhari Muslim)
Tidak boleh berobat dengan menggunakan khamr. Termasuk dalam hal ini adalah obat bius dan sejenisnya. Akan tetapi, obat bius dan sesuatu yang bisa menghilangkan akal lainnya yang sejenis boleh digunakan dalam keadaan darurat, yaitu ketika melakukan pembesahan jika tidak didapati penggantinya.
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 405-406.
Thumbnail Source: Photo by Min An Pexels
Artikel Terkait:
Makanan yang Diharamkan