Yang biasa dilakukan pada zaman Rasul Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan juga dilakukan oleh kaum muslimin hingga saat ini, bahwa yang memasukkan jenazah ke dalam kubur adalah kaum laki-laki, karena laki-laki lebih kuat dari wanita. Kemudian jika ditangani oleh wanita, bisa saja auratnya tersingkap di depan orang yang bukan mahramnya, dan hal itu tidak boleh.
Yang lebih jelas dalam masalah ini bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam meminta Abu Thalhah untuk menguburkan puterinya sedangkan ia bukan termasuk mahramnya ataupun dari pihak keluarganya sebagaimana akan dibahas nanti, dan tidak diserahkan kepada wanita. Wallahu a’lam.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Memasukkan Jenazah ke Dalam Kubur, Source: Photo by IB Times
Kriteria orang yang berhak menguburkan jenazah atau mayit yaitu:
Berdasarkan keumuman firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā,
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ الل
Artinya:
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak di dalam kitab Allah.” (QS. Al-Ahzab: 6)
Juga berdasarkan hadits dari Abdurrahman bin Abza bahwa ‘Umar bin Khaththab bertakbir empat kali melaksnakan shalat jenazah atas Zainab binti Jahsy kemudian mengutus seseorang kepada isteri-isteri Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam untuk bertanya, “Siapakah yang memasukkan Zainab ke dalam kuburnya?” Mereka menjawab, “Orang yang boleh bertemu dengannya semasa hidupnya.” (HR. Baihaqi)
Suami lebih berhak dibanding orang lain. Telah disebutkan perkataan Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah, “Aku ingin jika engkau meninggal dan aku masih hidup, aku yang menyiapkan dan menguburkan jenazahmu …”
Diutamakan orang yang semalam tidak bercampur dengan isttrinya, meskipun itu laki-laki asing (bukan mahramnya), ia lebih diutamakan daripada mahram atau kerabat yang semalam bercampur dengan istrinya.
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata, “Aku menyaksikan pemakaman puteri Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, saat itu aku lihat beliau duduk di sisi kubur. Aku melihat beliau meneteskan air mata, kemudian beliau bertanya, ‘Siapakah di antara kalian yang tidak menggauli isterinya tadi malam?’ Abu Thalhah menjawab, ‘Aku.’ Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Turunlah ke dalam kuburnya!’ Makai a pun turun dan menguburkannya.” (HR. Bukhari)
Diriwayatkan dari Anas, bahwa ketika Ruqayyah wafat, Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Janganlah masuk ke dalam kuburan seseorang yang telah mendekati (menggauli) isterinya pada malam harinya.” (HR. Ahmad)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Memasukkan Jenazah ke Dalam Kubur, Source: Photo by Bincang Syariah
Adapun tata cara meletakkan jenazah ke dalam kuburan yaitu:
Disunnahkan untuk memasukkan kedua kaki jenazah terlebih dahulu ke dalam kuburan, sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Ishaq, ia berkata, “Al-Haris telah berwasiat agar Abdullah bin Zaid menshalatkannya jika ia meninggal, maka ia menshalatkannya dan memasukkan kedua kaki jenazah terlebih dahulu ke dalam kuburnya. Ia berkata, ‘Ini adalah sunnah.’” (HR. Abu Daud)
Jenazah diletakkan dalam kuburnya dengan bersandar pada sisi badan sebelah kanan, dan posisi wajah diarahkan ke kiblat. Inilah amalan yang telah dilakukan oleh kaum muslimin sejak zaman Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam hingga sekarang.
Orang yang meletakkan mayat ke dalam lahad hendaknya mengucapkan kalimat sebagai berikut:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ
Artinya:
“Dengan menyebut Nama Allah, dan atas Sunnah Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam.”
Atau mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ
Artinya:
“Dengan menyebut Nama Allah, dan di atas agama Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam.” (HR. Abu Daud)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Memasukkan Jenazah ke Dalam Kubur, Source: Photo by Al-Azhar Memorial
Sebuah hadits dha’if telah diriwayatkan dengan masalah ini, namun Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (2/501) mengatakan, “Kuburan wanita itu hendaknya ditutup dengan kain. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan di antara para ulama dalam hal ini. [Kemudian ia meriwayatkan atsar yang datang dari ‘Umar dan Anas, lalu ia berkata] Karena wanita itu adalah aurat dan dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang-orang yang hadir.
Disunnahkan menaburkan tiga kepal tanah (tiga kali) ke atas kuburan setelah lahad ditutup, berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menshalatkan jenazah, kemudian beliau mendatangi mayit itu dan menaburkan tanah di kepala kuburan sebanyak tiga kali. (HR. Ibnu Majah)
Meninggikan kuburan kurang lebih satu jengkal dari permukaan tanah, untuk membedakannya dengan dataran lain dan agar lebih terjaga. Berdasarkan hadits dari Jabir bahwa ketika Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam wafat, dibuatkanlah liang lahad, kemudian lahad itu ditutup dengan batu-bata dan kuburannya ditinggikan sekitar satu jengkal dari tanah. (HR. Ibnu Hiban)
Dari Sufyan at-Timar, ia berkata, “Aku melihat kuburan Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam diberi gundukan tanah di atasnya.”
Memberi tanda pada kuburan dengan batu atau semisalnya agar kerabatnya yang meninggal bisa dikuburkan di dekatnya.
Hal ini berdasarkan hadits al-Mathlab bin Hanthab, ia berkat, “Ketika ‘Utsman bin Mazh’un wafat, jenazahnya dibawa keluar lalu dikuburkan. Kemudian Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan seseorang untuk mengambil batu, akan tetapi orang itu tidak bisa membawanya. Maka Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bangkit mendekati batu tersebut dan membentangkan tangannya, kemudian beliau membawa dan meletakkannya di bagian kepala kubur. Beliau kemudian bersabda, “Aku telah memberi tanda pada kuburan saudaraku, maka kuburkanlah keluargaku di dekat kuburan itu.” (HR. Abu Daud)
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 245-248.
Thumbnail Source: Photo by Bincang Muslimah
Artikel Terkait:
Cara Memandikan Jenazah