Akidah yang benar merupakan pendorong utama bagi manusia untuk mengerjakan amal-amal yang bermanfaat baginya. Sedangkan penyimpangan akidah adalah awal mula kehancuran dan kesesatan. Tanpa akidah yang benar, seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-lama mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan kehidupan yang bahagia.
Agar penyimpangan akidah tidak terjadi dan menyebar di masyarakat, maka diperlukan adanya upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi penyimpangan akidah. Berikut kami uraikan cara menanggulangi penyimpangan akidah dan sebab-sebab terjadinya penyimpangan akidah.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Menanggulangi Penyimpangan Akidah, Source: Photo by M Taha Pexels
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyimpangan akidah. Di antara cara-cara tersebut yaitu:
Kembali kepada Kitabullah dan Sunah Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam untuk mengambil akidah yang benar sebagaimana para Salafus Shalih mengambil akidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini, kecuali dengan apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya.
Demikian pula dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk dibantah dan diwaspadai. Sebab, siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran akidah yang benar, yaitu akidah Salafus Shalih di berbagai jenjang pendidikan. Demikian juga, memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
Menetapkan kitab-kitab Salafus Shalih yang bersih sebagai pelajaran dan menjauhi kitab-kitab kelompok penyeleweng, kecuali sebagai wawasan untuk dibantah kebatilannya dan diwaspadai isinya.
Menyebarkan para dai yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah yang benar serta menjawab dan menolak segala bentuk akidah batil.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Menanggulangi Penyimpangan Akidah, Source: Photo by Manprit Pexels
Adapun penyebab terjadinya penyimpangan dari akidah yang benar, yang harus kita ketahui adalah:
Kebodohan terhadap akidah yang benar karena enggan mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya, tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah yang benar dan juga tidak mengetahui apa yang menyelisihinya.
Maka, mereka pun meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil, dan yang batil danggap sebagai yang haq. Hal ini sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar bin Khaththab Raḍiallāhu ‘Anhu,
“Sesungguhnya ikatan sampul Islam akan pudar satu demi satu tatkala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliahan.”
Fanatik pada tradisi yang diwarisi dari bapak dan nenek moyang meskipun hal itu batil dan meninggalkan apa yang menyalahinya sekalipun hal itu benar.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
Artinya:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah’, mereka menjawab, ‘Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah [02]: 170)
Taklid buta dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tnpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki kebenarannya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah, dan lainnya.
Mereka bertaklid kepada para imam sesat sebelum mereka sehingga mereka juga sesat dan jauh dari akidah yang benar.
Berlebihan dalam mencintai orang-orang shalih serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya. Yaitu meyakini bahsa mereka mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudharatan.
Demikian pula menjadikan orang shalih itu sebagai peratara Allah dan makhluk-Nya sehingga sampai pada tingkat penyembahan para orang shalih tersebut dan bukan menyembah Allah.
Mereka bertaqarrub pada kuburan para wali dengan hewan qurban, nadzar, doa, istighasah, dan meminta pertolongan. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh terhadap orang-orang sahlih.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Artinya:
“Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kamu, dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, dan Nasr.” (QS. Nuh [71]: 23)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Menanggulangi Penyimpangan Akidah, Source: Photo by Alena D Pexels
Lalai terhadap perenungan ayat-ayat kauniyah yang terhampar di jagat raya ini dan ayat-ayat quraniyyah. Disamping itu, terbuai juga dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan sehingga mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata.
Maka, mereka pun mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia.
Hal ini sebagai mana kesombongan Qarun yang dikisahkan di dalam Alquran,
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي
Artinya:
“Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku’,” (QS. Al-Qashash [28]: 78)
إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ
Artinya:
“Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku.” (QS. Az-Zumar [39]: 49)
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Rabb yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan untuk menentukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memanfaatkan demi kepentingan manusia.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
Artinya:
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu. Dan dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya behtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar, dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu keperluanmu dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikman Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya.” (QS. Ibrahim [14]: 32-34)
Kosongnya mayoritas rumah tangga sekarang ini dari pengarahan yang benar menurut Islam. Padalah Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda,
“Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Enggannya media pendidikan dan informasi di sebagian besar dunia Islam menunaikan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali.
Secara umum media informasi baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata.
Media tersebut tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan akhlak, menanamkan akidah yang benar, serta melawan aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi tanpa senjata yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.
Thumbnail Source: Photo by Alena D Pexels
Artikel Terkait:
Makna Akidah dan Urgensinya Sebagai Landasan Agama