Para ulama sepakat bahwa setelah dimandikan, jenazah wajib dikafani dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya meskipun hanya satu lembar. Namun, disunnahkan mengafaninya dengan kain seperti yang disebutkan berikut ini:
Disunnahkan untuk mengafani mayit dengan menggunakan kain kafan yang berwarna putih. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam:
“Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena ia adalah pakaian yang paling bagus, dan kafanilah jenazah kalian dengan kain warna putih.” (HR. Abu Daud)
Disunnahkan pula untuk mengafani mayit dengan menggunakan lima lembar kain kafan. Disebutkan dalam hadits yang sanadnya lemah bahwa Laila binti Qa’if ats-Tsaqafiyyah berkata, “Aku termasuk orang yang memandikan Ummu Kultsum binti Rasulillah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam ketika ia wafat. Saat itu, hal pertama yang diberikan oleh Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam kepada kami adalah kain penutup badan sejenis sarung, lalu pakaian gamis (jubah) untuk wanita, lalu tudung kepala, lalu mantel, kemudian dimasukkan ke dalam kain lainnya.” Ia (Laila) berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam duduk di samping pintu dengan membawa kain kafan yang beliau berikan kepada kami satu persatu.” (HR. Abu Daud)
Ibnu Mundzir berkata, “Sebagian besar ulama yang saya ketahui, berpendapat bahwa kafan untuk wanita itu sebanyak lima lembar.”
Salah satu dari kain itu adalah kain habrah, yaitu kain yang bergaris jika memungkinkan. Berdasarkan hadits Jabir, dari Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda:
“Jika salah seorang di antara kalian meninggal dunia dan memiliki banyak harta, maka kafanilah ia dengan kain habrah.” (HR. Abu Daud)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Mengafani Jenazah, Source: Photo by Kabupaten Bantul
Di antara faidah yang bisa diambil yaitu:
Hal ini dibolehkan, karena ketika hidupnya, wanita dibolehkan memakai sutera, hanya saja pemakaiannya untuk kain kafan dimakruhkan, karena termasuk berlebih-lebihan dan lebih bersifat menghambur-hamburkan harta. Lain halnya jika kain tersebut dikenakan semasa hidupnya untuk berhias di hadapan suaminya.
Menurut sebagian ulama, jika orang yang meninggal adalah wanita yang sudah bersuami, maka yang wajib membelikan kain kafan dan perlengkapan lainnya adalah suaminya.
Dan, pendapat yang kuat bahwa biaya tersebut diambil dari harta si mayit jika ia meninggalkan harta. Ibnu Hazm berkata, “Biaya kain kafan dan penguburan diambil dari hartanya, suaminya tidak diwajibkan mengeluarkan biaya tersebut, karena harta kaum muslimin terpelihara, kecuali dengan nash Alquran dan Sunnah.
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya darah dan harta kalian haram atas kalian.” (HR. Bukhari Muslim)
Allah hanya mewajibkan kepada suami untuk memberikan nafkah pakaian dan tempat tinggal. Sedangkan kain kafan tidak termasuk kategori pakaian yang dimaksud. Begitu pula kuburan tidak termasuk kategori tempat tinggal.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Mengafani Jenazah, Source: Photo by Masjid Agung Ciamis
Seseorang boleh menyiapkan kain kafannya sebelum ia meninggal dunia. Hal ini berdasarkan riwayat dari Sahl bin Sa’d, “Seorang wanita mendatangi Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dengan membawa kain burdah tenunan yang memiliki bordiran di pinggirnya. Ia mengatakan, ‘Aku menenunnya wahai Rasulullah dengan tanganku. Aku datang untuk memberikannya kepadamu.’
Nabi kemudian mengambilnya karena membutuhkannya. Kemudian Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam keluar menemui orang-orang dengan kain tadi yang telah dijadikan sarung. Ternyata ada orang yang memuji kain itu dan memintanya untuk dipakaikan kepadanya.
Orang-orang berkomentar, ‘Engkau berlaku tidak sopan?!’ Sebagian orang berkata, ‘Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam memakainya karena membutuhkannya, dan engkau memintanya, sedangkan engkau tahu bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam tidak mungkin menolak apa yang diminta darinya.’ Orang itu menjawab, ‘Demi Allah, akku tidak memintanya agar aku bisa memakainya, tetapi aku memintanya untuk aku jadika kain kafanku.’
Sahl berkata, “Lalu kain itu menjadi kafannya.”
Apabila seorang wanita meninggal dalam keadaan ihram, maka ia dimandikan dan dikafani dengan pakaian ihramnya.
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 232-235.
Thumbnail Source: Photo by YT Image
Artikel Terkait:
Cara Memandikan Jenazah