’Abū ‘Ubaid menjelaskan bahwa kebiasaan mengambil cukai barang impor merupakan budaya Jahiliyah yang dilakukan oleh raja-raja Arab dan non Arab. Yaitu mereka mengambil 1/10 dari harta pedagang setiap masuk ke negeri mereka. Kemudian Islam melarang pungutan tersebut diberlakukan kepada pedagang muslim dan mewajibkannya dengan syariat zakat sebesar 1/40 atau 2.5% dari setiap 200 dirham yang berarti 5 dirham dari setiap harta 200 dirham. Karenanya, ’Abū ‘Ubaid mengatakan bahwa jika petugas pengumpul zakat memungut lebih dari kewajiban zakat yang semestinya dibayarkan, maka ia telah mengambil zakat yang tidak berdasarkan haknya. Dan sepertinya itulah yang dimaksud dengan riwayat-riwayat tentang ancaman pelaku ‘Ushūr atau Maks.[1]
’Abū ‘Ubaid sendiri telah mencantumkan riwayat-riwayat tentang ancaman pelaku penarikan maks tersebut, tiga riwayat di antaranya sebagai berikut:[2]
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِمَاسَةَ التُّجِيبِيِّ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»
Telah menceritakan kepada kami Yazīd ibn Hārūn, yang dia riwayatkan dari Muhammad ibn Ishāq, dari Yazīd ibn ’Abī Ḥabīb, dari ‘Abd al-Raḥmān ibn Shimāsah al-Tujiby, dari ‘Uqbah ibn ‘Āmir, bahwasannya dia mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda, “Tidak masuk surga penarik harta maks.”
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Mengambil Cukai adalah Budaya Jahiliyah, Source: Photo by Andreea Pexels
وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ أَبِي الْخَيْرِ، قَالَ: سَمِعْتُ رُوَيْفِعَ بْنَ ثَابِتٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِي النَّارِ. قَالَ: يَعْنِي الْعَاشِرَ.
Telah menceritakan kepada kami Yaḥya ibn Bukaīr, yang dia riwayatkan dari Ibnu Lahijah, dari Yazīd ibn ’Abī Ḥabīb, dari ’Abī al-Khaīr, dia berkata bahwa saya mendengar Ruwaifi’ ibn Thābit berkata bahwa saya mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda, “Sesungguhnya pelaku maks di neraka.” Dia berkata bahwa yang dimaksud pengumpul zakat atas barang impor adalah para pengumpul cukai barang impor.
قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ مُخَيِّسِ بْنِ ظَبْيَانَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَسَّانَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ جُذَامٍ قَالَ: سَمِعَ فُلَانٌ ابْنَ عَتَاهِيَةَ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِذَا لَقِيتُمْ عَاشِرًا فَاقْتُلُوهُ. قَالَ: يَعْنِي بِذَلِكَ الصَّدَقَةَ يَأْخُذُهَا عَلَى غَيْرِ حَقِّهَا
Telah menceritakan kepada kami Ibnu ’Abi Maryam yang ia riwayatkan dari Ibnu Lahi’ah, dari Yazīd ibn ’Abī Ḥabīb, dari Mukhayis ibn Thabyān, dari ‘Abd al-Raḥmān ibn Hassān, ia berkata bahwa telah mengabarkan kepadaku seseorang dari Judhām, ia berkata bahwa ia mendengar Fulan ibn ‘Atāhiyah yang mengatakan bahwa saya mendengar Rasulullah S.A.W. bersabda, “Jika kalian bertemu dengan penarik ‘ushūr maka bunuhlah ia.” Dia berkata bahwa maksudnya adalah harta zakat yang diambil darinya tanpa hak.
’Abū ‘Ubaid menjelaskan bahwa kebiasaan mengambil cukai barang impor merupakan budaya Jahiliyah yang dilakukan oleh raja-raja Arab dan non Arab. Yaitu mereka mengambil 1/10 dari harta pedagang setiap masuk ke negeri mereka. Kemudian Islam melarang pungutan tersebut diberlakukan kepada pedagang muslim dan mewajibkannya dengan syariat zakat sebesar 1/40 atau 2.5% dari setiap 200 dirham yang berarti 5 dirham dari setiap harta 200 dirham. Karenanya, ’Abū ‘Ubaid mengatakan bahwa jika petugas pengumpul zakat memungut lebih dari kewajiban zakat yang semestinya dibayarkan, maka ia telah mengambil zakat yang tidak berdasarkan haknya. Dan sepertinya itulah yang dimaksud dengan riwayat-riwayat tentang ancaman pelaku ‘Ushūr atau Maks.[2]
==========
[1] ’Abū ‘Ubaid al-Qāsim ibn Salām, Kitab al-’Amwāl, Taḥqīq Muhammad Khalīl Harrās, (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986), 524-530.
[2] ’Abū ‘Ubaid al-Qāsim ibn Salām, Kitab al-’Amwāl, Taḥqīq Muhammad Khalīl Harrās, (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1986), 530-532.
Dikutip dari: Dr. Ghifar, Lc., M.E.I., Konsep dan Implementasi Keuangan Negara pada Masa Al-Khulafa Al-Rashidun, (Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi, 2020), 69-71.
Thumbnail Source: Photo by Laura Pexels
Artikel Terkait:
Pajak Dihukumi sebagai Maks