Salah satu syarat sahnya shalat seorang muslim yang ditetapkan di dalam Alquran, Assunnah dan juga para ulama adalah dengan menghadap kiblat ketika shalat. Secara bahasa, kiblat diartikan sebagai jihhah atau arah. Sedangkan secara syar’i kiblat berarti menghadap Ka’bah Musyarrafah (yang dimuliakan).
Dulu Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam shalat menghadap Baitul Maqdis setelah beliau tiba di Madinah selama kurang lebih sepuluh bulan. Orang Yahudi lantas senang akan hal itu. Namun Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam senang menghadap Baitul Maqdis karena menyukai kiblatnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Setelah itu beliau berdoa kepada Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā menghadap ke langit, berharap supaya Jibril turun dan mendatangkan jawaban atas yang diminta. Kemudian turunlah firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
Artinya:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kea rah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Menghadap Kiblat ketika Shalat, Source: Photo by Masjid Pg Dalangan Unsplash
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Raḥimahullāh dalam Manhajus Salikin berkata, “Di antara syarat shalat lainnya adalah menghadap kiblat.” Kemudian beliau melanjutkan dengan firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Artinya:
“Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.” (QS. Al-Baqarah: 150)
Hal ini juga didukung dengan Hadits Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan melalui Abdullah bin Umar Raḍiallāhu ‘Anhumā:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَمَا النَّاسُ بِقُبَاءَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّامِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ
Artinya:
Dari Abdullah bin Umar Raḍiallāhu ‘Anhumā, dia berkata, “Ketika orang-orang berada di Masjid Quba di dalam shalat Subuh, tiba-tiba ada seseorang mendatangi mereka seraya berkata, “Sesungguhnya pada malam tadi telah diturunkan suatu ayat Alquran kepada Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, dan beliau telah diperintahkan agar menghadap kiblat. Maka menghadaplah kalian ke arah kiblat (ka’bah). Sedang ketika itu wajah-wajah mereka menghadap ke negeri Syam (Baitul Maqdis). Maka mereka pun segera memutar mengarah ke arah Ka’bah.” (HR. Bukhari Muslim)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Menghadap Kiblat ketika Shalat, Source: Photo by Ishan Unsplash
Pada hadits di atas terdapat penjelasan tentang kepatuhan dan ketaatan para shabat kepada Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam.
Di dalam hadits di atas terdapat satu kaidah ushul, yaitu bahwa hukum-hukum syariat tidak wajib bagi seseorang kecuali telah sampai kepadanya. Sehingga, jika seseorang melaksanakan shalat tidak menghadap kiblat sebelum hukum (perintah menghadap kiblat) itu sampai kepadanya maka dia tidak perlu mengulang shalatnya.
Karena perintah untuk menghadap Ka’bah turun pada akhir siang, yaitu shalat Ashar. Meskipun perintah itu sudah turun, namun mereka belum menghadap ke arah kiblat saat melaksanakan shalat Maghrib, Isya, dan sebagian Subuh, karena perintah itu bellum sampai kepada mereka.
Kasus yang semisalnya, jika seseorang tidak mengetahui arah kiblat, lalu dia beritjtihad dan melaksanakan shalat ke arah kiblat (menurut hasil ijtihadnya), lalu dia mengetahui bahwa ijtihadnya salah, maka dia tidak perlu mengulang shalatnya.
Dikutip dari: Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Syarah Umdatul Ahkaam. Edisi terjemah: Alih Bahasa Suharlan, Lc., dan Suratman, Lc., Syarah Umatul Ahkam, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017), 133-135.
Thumbnail Source: Photo by Rumman Unsplash
Artikel Terkait:
Hal yang Dilarang dalam Shalat