Pada tahun 2 hijriah puasa Ramadan dan zakat fitrah diwajibkan. Kemudian pada bulan Syawal tahun 2 hijriah juga ditetapkan kewajiban zakat dalam arti khusus, yaitu dengan rincian jenis harta, kadar, dan orang-orang yang berhak menerimanya. Penetapan kewajiban zakat ini setelah penetapan puasa Ramadan dan zakat fitrah. Ada juga yang berpendapat bahwa zakat ditetapkan pada tahun 3 hijriah serta rincian kadar dari setiap jenis harta serta penjelasan rinci lainnya.
Kewajiban membayar zakat ini diperintahkan dalam banyak ayat Alquran, sunah, dan berdasarkan ijmak dan termasuk rukun Islam. Bahkan, penyebutkan zakat yang digandengkan dengan shalat sebanyak 62 kali, di antaranya adalah surat al-Baqarah ayat 43, 110, 177, dan 277, surat at-Taubah ayat 5, 11, 18, dan 71 serta surat al-Bayyinah ayat 5. Hal ini menunjukkan kedudukan membayar zakat sangat mendasar dalam agama Islam.
Satu di antara ayat yang menunjukkan kewajiban zakat adalah firman Allah S.W.T. dalam Alquran surat al-Taūbah ayat 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
“Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. al-Taūbah [9]: 103)[1]
‘Abd al-Raḥmān ibn Nāṣir al-Sa’dī menjelaskan bahwa di dalam ayat ini terdapat dalil akan wajibnya menunaikan zakat.[2] Kewajiban menunaikan zakat ini tetap melekat dalam diri seorang muslim dengan ada atau tidak adanya negara Islam. Selama syarat-syarat kewajiban zakat terpenuhi, maka wajib mengeluarkan harta zakat berdasarkan kesepakatan ulama. Syarat tersebut adalah pemilik harta merupakan seorang muslim yang berstatus merdeka, sudah baligh, berakal, dan mempunyai hak penuh atas harta benda. Sehingga pembayaran harta zakat tetap berlaku hingga akhir zaman, karena zakat merupakan perwujudan keimanan seorang hamba kepada Allah S.W.T..[3]
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Penetapan Kewajiban Zakat, Source: Photo by Pixabay Pexels
Orang-orang yang berhak menerima harta zakat pun sudah ditentukan dengan turunya Alquran surat al-Taūbah ayat 60 yang menyebutkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat, yaitu orang fakir, orang miskin, amil zakat, muallaf, orang yang terikat perbudakan, orang yang terlilit hutang, orang yang sedang berjuang di jalan Allah, dan ibnu sabil. Allah S.W.T. berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. al-Taūbah [9]: 60)[4]
Adapun kewajiban zakat fitrah ditetapkan berdasarkan hadis. Hadis tersebut menetapkan bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang mampu mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya dan orang-orang di bawah tanggungannya setelah pelaksanaan ibadah puasa Ramadan sebesar satu shā’ makanan pokok. Kewajiban membayar zakat fitrah ini tetap berlaku sekalipun tidak ada institusi negara Islam yang mengelolanya. Sebab zakat fitrah adalah kewajiban sebagai penyuci orang yang berpuasa dan sebagai bantuan bagi fakir miskin pada saat hari raya. Di antara hadis yang menetapkan kewajiban zakat fitrah ini adalah sebagai berikut:
قَالَ اْلبُخَارِيُّ:حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ، أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ، أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ.[5]
Artinya:
Al-Bukhārī berkata bahwa ‘Abd Allāh ibn Yūsuf telah menceritakan kepada kami, bahwa Mālik telah mengabarkan kepada kami hadis yang ia riwayatkan dari Nāfi’ yang ia riwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a. bahwa Rasulullah S.A.W. mewajibkan zakat fitrah sebesar satu shā’ kurma dan satu shā’ gandum atas setiap orang merdeka, budak, laki-laki, perempuan, anak-anak maupun orang dewasa dari kalangan kaum muslimin.” (HR. Al-Bukhārī No.1503)
==========
[1] Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an, Mushaf al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: al-Huda Kelompok Gema Insani, 2005), 204.
[2] ‘Abd al-Raḥmān ibn Nāṣir al-Sa’dī, Taisīr al-Karīm al-Raḥmān Fī Tafsīri Kalami al-Mannān, (al-Qāhirah: Dār al-Hadīth, 2003), 366.
[3] Sayyid Sābiq, Fiqh al-Sunnah, Beirūt: Muasasah al-Risālah, 2003), 309-317. Wahbah al-Zuhailī, al-Fiqhu al-Islāmī Wa ’Adillatuhu, (Beirūt: Dār al-Fikr al-Mu’āshir, 1997), jilid 3, 1788-1792. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2007), 7-15.
[4] Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an, Mushaf al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: al-Huda Kelompok Gema Insani, 2005), 197.
[5] Muhammad ibn Ismā’īl al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Taḥqīq Wa Takhrīj ’Aḥmad Zahwah Wa ’Aḥmad ‘Ināyah, (Beirūt: Dār al-Kitāb al-‘Arabī, 2007), No.1503, 306.
Dalil lain yang menunjukkan kewajiban zakat fitrah adalah hadits yang diriwayatkan ’Abū Dāwud bahwa Ibnu ‘Abbās r.a. berkata, “Rasulullah S.A.W. mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak ada faedahnya dan perkataan jorok serta untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang membayarnya sebelum shalat, apa yang dilakukannya itu menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa yang membayarnya setelah shalat, apa yang dilakukannya itu menjadi sedekah biasa.” (HR. ’Abū Dāwud No.1609)
’Abū Dāwud meriwayatkan hadith setelah di atas dari jalur Ibnu ‘Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah S.A.W. telah memerintahkan untuk menunaikan zakat fitrah sebelum keluar hendak melaksanakan shalat ied. Dan Ibnu ‘Umar menunaikan zakat Fitrah sehari atau dua hari sebelum hari lebaran. Hadits ini menunjukkan bolehnya menunaikan zakat fitrah beberapa hari sebelum waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah, yaitu terbenamnya matahari di akhir hari Ramadhan. Lihat, ’Abū Dāwud Sulaimān al-Sijistānī, Sunan ’Abī Dāwud, (Riyāḍ: Dār al-Salām, 1999) No.1609, 238-239.
Dikutip dari: Dr. Ghifar, Lc., M.E.I., Konsep dan Implementasi Keuangan Negara pada Masa Al-Khulafa Al-Rashidun, (Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi, 2020), 34-37.
Thumbnail Source: Photo by David B Pexels
Artikel Terkait:
Kadar dan Waktu Mengeluarkan Zakat Fithri