Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Penjelasan Hadis Mana yang Lebih Utama, Puasa atau Berbuka Ketika Safar

Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā memberikan keringanan bolehnya tidak berpuasa saat melakukan safar. Keringanan ini (rukhshah) hanya pilihan, artinya boleh mengambil keringanan tersebut dengan berbuka saat safar dan boleh pula tetap berpuasa. Di antara keduanya, mana yang lebih utama untuk diambil? Berikut adalah penejelasan hadis yang dikutip dari kitab Taisīr al-‘Allām Syarh ‘Umdah al-Akām karya ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-Raḥmān al-Bassām:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَرَجُلاً قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ فَقَالَ: مَا هَذَا فَقَالُوا صَائِمٌ فَقَالَ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ

وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ: عَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللَّهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ

Dari Jabir bin Abdullah Raḍiallāhu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam suatu ketika berada dalam perjalanan, beliau melihat kerumunan orang dan melihat seseorang tengah diberi naungan, beliau bertanya, ‘Dia kenapa? ‘Dia sedang berpuasa,’ jawab mereka. Beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam lalu bersabda, “Tidak termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan’.” (HR. al-Bukhari No. 1946  dan Muslim No. 1115)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Ambillah rukhsah Allah yang ia berikan untuk kalian.”

Makna Global

Saat berada dalam perjalanan, Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam melihat orang-orang tengah mengerombol mengerumuni seseorang dengan menaunginya dari terik matahari, beliau menanyakan urusannya, mereka menjawab, “Dia sedang puasa, ia kehausan hingga sampai seperti ini.” Kemudian Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Berpuasa dalam perjalanan bukan termasuk kebajikan. Ambillah rukhsah yang Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berinya pada kalian. Ia tidak menginginkan kalian beribadah pada-Nya dengan menyiksa diri.”

Intisari Hukum

(1). Boleh berpuasa dalam perjalanan, juga boleh mengamalkan rukhsah tidak berpuasa.

(2). Puasa dalam perjalanan tidak termasuk kebajikan, meski sah menggugurkan kewajiban.

(3). Lebih baik mengamalkan rukhsah yang Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berikan sebagai keringanan bagi para hamba.

Perbedaan Pendapat Para Ulama

Sebagai ulama salaf bersikap berlebihan, seperti Zuhri dan Nakha’i, mereka menyatakan bahwa puasa dalam perjalanan tidak sah. Pendapat ini diriwayatkan dasri Abdurrahman bin Auf, Abu Hurairah, dan Ibnu Umar. Dan inilah pendapat Zhahiriyah.

Sedang Jumhur ulama, termasuk empat imam memperbolehkan puasa atau tidak puasa.

Golongan pertama berhujah dengan firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā, “Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaknya ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu.” (QS. al-Baqarah: 185)

Sisi penyimpulan dalil; Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā hanya mewajibkan puasa bagi yang tengah bermukim, Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā mewajibkan orang yang sakit dan musafir untuk berpuasa pada hari-hari lain.

Begitu pula diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, bahwa Nabi berpegian pada tahun penaklukan mekah pada bulan Ramadan, beliau berpuasa hingga sampai di Kura’ Ghamim, orang-orang juga berpuasa, beliau kemudian meminta segelas air, beliau angkat hingga semua orang melihat, setelah itu beliau minum, lalu setelah itu ada yang bilang pada beliau, “Sebagian orang masih berpuasa.” Beliau bersabda, “Mereka itu adalah orang-orang yang bermaksiat, mereka itu adalah orang-orang yang bermaksiat.” Maksud sabda beliau adalah “Mereka itu adalah orang-orang yang bermaksiat, terhadap puasanya.”

Begitu pula Bukhari meriwayatkan dari Jabir:

لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ

“Bukan termasuk kebajikan; berpuasa dalam perjalanan.”

Jumhur ulama berhujah dengan beberapa hadis yang kuat, di antaranya hadis-hadis dalam bab ini:

Pertama, Hadis Hamzah Al-Aslami Raḍiallāhu ‘Anhu, “Jika engkau menghendaki silakan berpuasa dan jika engkau menghendaki silahkan berbuka.”

Kedua, Hadis Anas bin Malik Raḍiallāhu ‘Anhu, ia berkata, “Kami berpegian Bersama Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, yang berpuasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang berpuasa.”

Ketiga, Hadis Abu Darda Raḍiallāhu ‘Anhu yang menyebutkan Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan Abdullah bin Rawahah Raḍiallāhu ‘Anhu berpuasa di perjalanan.

Jumhur menghadapi dalil-dalil golongan pertama sebagai berikut;

Terkait ayat, setelah ayat ini diturunkan, beliau berpuasa, padahal beliau adalah orang yang paling tahu maknanya. Dengan demikian, makna ayat ini tidak seperti kalian katakan. Menurut mayoritas ulama, dalam ayat ini ada kata-kata yang tidak tampak, yaitu, “Lalu berbukalah.”

Terkait sabda “Mereka adalah para pendurhaka,” sabda ini berlaku untuk orang-orang tertentu yang keberatan berpuasa. Adanya Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam berbuka adalah agar diikuti, namun mereka tidak mau berbuka, akhirnya beliau berbuka, “Mereka adalah para pendurhaka,” karena tidak mengikuti beliau.

Tekait hadis, “Bukan termasuk kebajian berpuasa dalam perjalanannya” Artinya puasa dalam perjalanan bukanlah kebajikan yang harus diperlombakan. Bahkan bisa jadi berbuka lebih baik daripada berpuasa jika kondisi memberatkan, atau dengan berbuka akan mempermudah untuk berjihad. Allah suka jika rukhsah-Nya dikerjakan, seperti halnya Ia tidak suka jika kemaksiatkan dilakukan terhadap-Nya.

Jumhur ulama yang berbeda pendapat, mana yang lebih baik berpuasa dalam perjalanan berbeda pendapat, mana yang lebih baik, berpuasa atau tidak? Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafii berpendapat bahwa puasa lebih baik bagi yang tidak keberatan. Sedang Imam Ahmad berpendapat bahwa berbuka lebih baik meski yang bersangkutan tidak merasa keberatan jika tetap berpuasa. Sai’id bin Musayyib, Auza’I, dan Ishaq menganjurkan untuk tidak puasa dalam perjalanan.

Imam Abu Hurairah, Imam Malik serta Imam Syafi’i berhujah dengan sejumlah hadis, di antaranya riwayat Abu Dawud dari Salamah bin Muhbaq, dari Nabi, beliau bersabda, “Siapa yang memiliki tunggangan (untuk membawa perbekalan makanan) maka puasalah (pada bulan) Ramadan di mana pun ia menjumpainya.” Sedang pendapat Hanabilah berdasarkan hadis, “Bukan termasuk kebajikan; berpuasa dalam perjalanan.” Dan juga hadis “Sungguh, Allah suka jika rukhsah-rukhsah-Nya dikerjakan.”

Faedah

Para ulama juga berselisih tentang jarak perjalanan yang memperbolehkan untuk tidak berpuasa dan mengqashar salat. Menurut pendapat yang shahih, tidak ada batasan-batasan seperti yang mereka tentukan ini, karena Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam sama sekali tidak memberi ketentuan apapun. Yang disyariatkan adalah perjalanan secara mutlak. Untuk itu, kita harus menghukumi secara mutlak juga seperti yang tertera dalam nash. Berapa pun jarak tempuh perjalanan, rukhsah-rukhsah terkait perjalanan berlaku di sana. Uraian lebih lengkap terkait masalah ini sudah disebutkan dalam bab ‘Salat bagi orang memiliki uzur’.

Dikutip dari: ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-Raḥmān al-Bassām, Taisīr al-‘Allām Syarh ‘Umdah al-Akām, Takhrīj Muhammad Subḥī Ḥasan Hallāq, (Shan’ā: Maktabah al-Irshād dan Maktabah al-Asady, 2004), 237 – 238. Edisi terjemah: Alih Bahasa Umar Mujtahid, Fikih Hadis Bukhari Muslim, (Jakarta: Ummul Qura, 2013), 494 – 498.

Source : Photo By Karim Manjra From Unsplash

TAGS
#khazanah #Puasa Ramadan #safar
© 2021 BQ Islamic Boarding School, All Rights reserved
Login