Safar merupakan dasar alasan hukum diperbolehkannya seseorang tidak berpuasa di siang hari bulan Ramadan. Para sahabat nabi dahulu saat mereka safar ada yang memilih berbuka dan ada pula yang tetap berbuka. Berikut adalah penejelasan hadis yang dikutip dari kitab Taisīr al-‘Allām Syarh ‘Umdah al-Aḥkām karya ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-Raḥmān al-Bassām:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ فِى حَرٍّ شَدِيدٍ حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلاَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ
Dari Abdu Darda’ Raḍiallāhu ‘Anhu, ia berkata, “Kami bepergian bersama Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam pada bulan Ramadan di tengah cuaca sangat terik menyengat, hingga seorang di antara kami meletakkan tangan di atas kepalanya karena cuaca sangat panas. Tak seorang pun di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan ‘Abdullah bin Rawahah Raḍiallāhu ‘Anhu.” (HR. al-Bukhari No. 1945 dan Muslim No. 1122)
Makna Global
Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam berpergian bersama para sahabat di bulan Ramadan pada hari yang amat terik. Saking panasnya, tak seorang pun di antara mereka berpuasa selain Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan Abdullah bin Rawahah Al-Anshari Raḍiallāhu ‘Anhu. Keduanya kuat menanggung beban berat dan berpuasa. Ini menunjukkan, boleh berpuasa dalam perjalanan, meski terasa berat hingga sampai batas bisa membahayakan.
Dikutip dari: ‘Abd Allāh ibn ‘Abd al-Raḥmān al-Bassām, Taisīr al-‘Allām Syarh ‘Umdah al-Aḥkām, Takhrīj Muhammad Subḥī Ḥasan Hallāq, (Shan’ā: Maktabah al-Irshād dan Maktabah al-Asady, 2004), 237. Edisi terjemah: Alih Bahasa Umar Mujtahid, Fikih Hadits Bukhari Muslim, (Jakarta: Ummul Qura, 2013), 494.
Source: Photo by Sergo Karakozov from Pexels
#Hadis #khazanah #Puasa Ramadan #puasa saat safar