Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Kami dilarang berkabung lebih dari tiga hari, kecuali jika yang meninggal adalah suami. Hari berkabung untuk suami yang meninggal adalah empat bulan sepuluh hari. Pada hari-hari itu, kami tidak boleh bercelak, memakai parfum, mengenakan pakaian yang dicelup, dan kami hanya bileh mengenakan pakaian ‘ashab (semacam selimut dari Yaman). Kemi diberi keringanan ketika mandi haidh untuk menetesi bekas darah dengan seujung kuku parfum (sedikit) dan kami juga dilarang mengantarkan jenazah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari hadits di atas, dapat disimpulkan beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh wanita yang sedang berkabung, yaitu:
Ia tidak boleh memakai celak meskipun untuk mengobati mata, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits sebelumnya dari Ummu Salamah yang menyebutkan seorang wanita ditinggal mati suaminya yang matanya sakit kemudian meminta izin kepada Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam untuk memakai celak, tetapi beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam tidak mengizinkannya, beliau bersabda, “Engkau tidak boleh memakai celak!” (HR. Bukhari Muslim)
Inilah hukumnya dan Allah telah memudahkan wasilah-wasilah penyembuhan bagi penyakit yang menimpa kaum muslimin dan Muslimah. Ada obat lain yang bisa menyembuhkan penyakit mata selain celak, di antaranya adalah obat tetes, salep, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak perlu menggunakan celak. Wallahu’alam.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Perkara yang Dilarang Ketika Wanita Berkabung, Source: Photo by Mareefe Pexels
Tidak ada perbedaan pendapat tentang haramnya memakai parfum ketika berkabung. Dalilnya adalah kisah Ummu Habibah ketika ayahnya (Abu Sufyan) meninggal, ia berkabung, dan setelah selesai ia meminta parfum kemudian mengoleskan ke badannya.
Larangan ini dikecualikan bagi wanita yang baru selesai haidh, ia boleh menggunakan parfum yang dioleskan ke tempat keluarnya darah untuk menghilangkan bau yang tidak sedap. Jadi, tidak digunakan untuk mewangikan badannya. Inilah maksud dari perkataan Ummu ‘Athiyyah, “Kami diberi keringanan ketika mandi haidh untuk menetesi darah dengan seujung kuku parfum (sedikit).”
Wanita yang sedang berkabung juga dilarang untuk mewarnai rambut dengan daun pacar dan sejenisnya.
Disebutkan dalam hadits Ummu Salamah, “… Dan janganlah memakai pewarna rambut (kuku) …” (HR. Abu Daud)
Ibnul Mundzir berkata, “Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat tentang dilarangnya mewarnai rambut atau kuku ketika berkabung.”
Termasuk dalam larangan ini adalah memakai kosmetik. Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni (7/518), “Diharamkan bagi wanita yang sedang berkabung untuk mewarnai rambut (kuku) atau menggunakan pemerah pipi, memutihkannya dengan bedak, mewarnai tangan dan wajahnya dengan macam-macam warna, menghaluskan wajahnya dan lain-lain yang termasuk mempercantik diri.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Perkara yang Dilarang Ketika Wanita Berkabung, Source: Photo by Tima M Pexels
Dilarang juga wanita yang berkabung memakai pakaian yang dicelup, berwarna kuning, dan berwarna merah.
Disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyyah, “Kami tidak mengenakan pakaian yang dicelup, kecuali pakaian ‘ashb (sejenis pakaian dari Yaman).
Dan, dalam hadits Ummu Salamah disebutkan, “Wanita yang ditinggal mati suaminya tidak boleh mengenakan pakaian yang berwarna kuning, yang dicelup dengan warna merah, tidak boleh mengenakan perhiasan, tidak mewarnai rambut (kuku)nya dan tidak bercelak.” (HR. Abu Daud)
Dalam hadits di atas disebutkan larangan mengenakan pakaian yang dicelup dengan warna merah, kuning, hijau, atau biru dan semua warna yang bisa memperindah dan menghiasinya.
Wanita yang berkabung hanya boleh mengenakan pakaian ‘ashb (sejenis baju dingin dari Yaman), yaitu pakaian yang dipintal, dicelup lalu ditenun.
Para ulama juga memberi keringanan mengenakan pakaian berwarna putih. Ibnul Mundzir berkata, “Diberi keringanan (bagi wanita yang berkabung) mengenakan pakaian berwarna putih.”
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Perkara yang Dilarang Ketika Wanita Berkabung, Source: Photo by Mareefe Pexels
Diharamkan bagi wanita yang sedang berkabung memakai cincin, kalung, dan perhiasan-perhiasan sejenis, baik dari emas, perak, atau sejenisnya. Imam Malik berkata dalam al-Muwaththa’ (2/599), “Wanita yang berkabung karena ditinggal mati suaminya tidak boleh memakai perhiasan seperti cincin, gelang kaki, dan lain-lain.”
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 256-258.
Thumbnail Source: Photo by Kristina Pexels
Artikel Terkait:
Ta’ziyah (Melawat)