Ibadah merupakan perendahan diri kepada Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā karena faktor kecintaan dan pengagungan, dengan cara melaksanakan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syariat-Nya.
Oleh sebab itu, orang yang merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah kepada-Nya.
Sesungguhnya, ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar utama, yaitu hubb atau cinta, khauf atau takut, dan raja’ atau harapan. Rasa cinta harus dibarengi dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Pilar-pilar Ibadah, Source: Photo by Tima M Pexels
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Artinya:
“Dia (Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Ma’idah [05]: 54)
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
Artinya:
“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah [02]: 165)
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā menyifati para rasul dan nabi-Nya di dalam firman-Nya,
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90)
Artinya:
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 90)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Pilar-pilar Ibadah, Source: Photo by Haydan A Pexels
Sebagian salaf berkata, “Siapa yang menyembah Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā dengan rasa hubb atau cinta saja maka ia zindiq. Siapa yang menyembah-Nya dengan raja’ atau harapan saja maka ia adalah murji’. Siapa yang menyembah Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā hanya dengan khauf atau takut saja, maka ia haruriy. Siapa yang menyembah Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā dengan hubb, khauf, dan raja’ maka ia adalah mukmin yang mengesakan Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā.” Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Risalah Ubudiyah.
Ibnu Taimiyyah juga berkata, “Dinullah (agama Allah) adalah menyembah-Nya, taat, dan tunduk kepada-Nya. Asal makna ibadah adalah adz-dzull atau hina.”
Dikatakan طريق معبد jika jalan itu diinjak-injak dan dihinakan oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull dan hubb. Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepada-Nya.
Siapa yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba atau menyembah kepadanya. Jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka ia pun tidak menghamba atau menyembah kepadanya.
Karena itu, tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah, tetapi hendaknya Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah atau cinta dan khudhu’ atau ketundukan yang sempurna selain Allah. Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan poros segala amal ibadah.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Pilar-pilar Ibadah, Source: Photo by Abdullah G Pexels
Ibul Qayyim berkata dalam Nuniyah-Nya,
Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan penyembah-Nya.
Dua hal ini adalah ibarat dua kutub.
Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar.
Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak.
Sumbunya adalah perintah, perintah rasul-Nya.
Bukan hawa nafsu dan setan.
Ibnu Qayyim menyerupakan beredarnya ibadah di atas cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syariatnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan.
Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyariatkan Rasulullah itulah yang memutar orbit ibadah. Ia tidak diputar oleh bid’ah , nafsu, khurafat, dan taklid kepada nenek moyang.
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 63-66.
Thumbnail Source: Photo by Michael B Pexels
Artikel Terkait:
Pembatasan Ibadah