Apabila seorang wanita melaksanakan shalat bersama kaum lelaki, maka dia berdiri di belakang mereka, dan apabila dia shalat sendirian maka tidak apa-apa dia bersendirian. Adapun jika dia bersama kaum wanita lainnya, maka hukumnya sama seperti kaum lelaki, yaitu tidak sah melaksanakan shalat bersendirian, dan mereka juga wajib meratakan dan meluruskan barisan-barisan shalat mereka.
Di dalam hadits dijelaskan bahwa anak kecil yang suah mumayyiz sah untuk berbaris. Sabagaimana dia sah untuk menjadi imam baik di dalam shalat fardhu maupun di dalam shalt nafilah. Karena yatim adalah orang-orang yang ditinggal ayahnya sedang dia belum baligh. Apabila dia telah baligh, maka dia tidak dinamakan yatim.
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa satu orang makmum berdirinya di sebelah kanan imam, dan bahwa dua orang makmum atau lebih, berdirinya di belakang imam.
Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam melalui riwayat dari Abdulllah bin Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ نَامَ ثُمَّ قَامَ فَجِئْتُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ
Artinya:
Dari Abdullah bin Abbas Raḍiallāhu ‘Anhu, dia berkata, “Aku pernah bermalam bersama bibiku, Maimunah. Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bangun dan melaksanakan shalat malam. Maka aku pun berdiri di sebelah kirinya. Lalu beliau memegang kepalaku dan mendirikanku di sebelah kananya.” (HR. Bukhari Muslim)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Posisi Shalat, Source: Photo by Timur W Pexels
Berdasarkan hadits di atas terdapat penjelasan bahwa satu orang makmum berdirinya di sebeblah kanan imam, karena beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam tidak membiarkannya berdiri di posisi yang pertama yaitu sebelah kirinya. Bahkan beliau memegang kepalanya dan mendirikannya di sebelah kanannya.
Akan tetapi hal tersebut hukumnya wajib atau hanya sekedar dianjurkan? Ada perselisihan pendapat tentangnya. Namun pendapat yang shahih adalah bahwa hal tesebut dianjurkan, dan diapun boleh berdiri di sebelah kiri imam. Meski demikian, yang lebih baik dan lebih utama adalah bahwa dia tidak berdiri di sebelah kiri apabila di sebeblah kanan imam masih kosong.
Kaidah ushul menyebutkan, “Sesungguhnya perbuatan beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menunjukkan akan anjuran, sedangkan perintah beliau menunjukkan akan kewajiban.”
Di dalam hadits tersebut di atas terdapat penjelasan (menurut pendapat yang mengatakan wajib berdiri di sebelah kanan imam) bahwa shalat tidak batal dengan sekedar berdiri itu, melainan apabila dia terus berdiri di tempat itu sampai ruku’, maka hukumnya sama seperti orang yang bersendirian di belakang imam atau di belakang barisan shalat.
Di dalam hadits tersebut juga terdapat penjelasan bahwa orang baligh boleh melaksanakan shalat mengimami anak yang masih kecil, seperti berbaris dengannya misalnya. Hal tersebut karen pada waktu itu Ibnu Abbas Raḍiallāhu ‘Anhumā masih berumur kisaran tiga belas tahun.
Adaun anak kecil menjadi imam bagi orang yang sudah baligh, maka ada perselisihan pendapat tentangnya. Namun, pendapat yang shahih adalah bahwa hal tersebut diperbolehkan, terlebih lagi apabila anak kecil itu lebih bagus bacaannya atau lebih fakih terhadap perkara-perkara umum, sebagaimana Amr bin Salamah Al-Jurmi Raḍiallāhu ‘Anhumā yang mengimami shalat kaumnya ketia dia masih berumur tujuh tahun.
Karena, dia adalah orang yang paling bagus bacaannya di antara mereka, dan itupun terjadi di zaman beliau Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam
Dikutip dari: Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Syarah Umdatul Ahkaam. Edisi terjemah: Alih Bahasa Suharlan, Lc., dan Suratman, Lc., Syarah Umatul Ahkam, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017), 141-143.
Thumbnail Source: Photo by Timur W Pexels
Artikel Terkait:
Shaf Shalat