Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Qadha Puasa

Bina-Qurani-Qadha-Puasa
Qadha Puasa

Qadha adalah mengerjakan suatu ibadah yang memiliki batasan waktu di luar waktunya. Seperti misalnya orang yang mengalami sakit di bulan Ramadhan sehingga ia tidak kuat atau tidak berpuasa pada beberapa hari di bulan Ramadhan. Maka setelah ia sehat dan bulan Ramadhan selesai, ia wajib untuk mengganti puasa yang ditinggalkannya. Inilah yang disebut dengan qadha.

Ada beberapa bolongan yang diberi keringanan atau diharuskan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan harus mengqadha puasanya setelah lepas dari udzurnya tersebut. Di antara orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa yaitu:

1. Orang yang Sakit

Orang yang sakit dan sakitnya memberatkan untuk puasa, diberikan keringanan untuk tidak berpuasa dengan syarat harus mengqadhanya. Dimisalkan pula dalam hal ini adalah wanita hamil dan ibu menyusui apabila berat untuk melaksanakan puasa.

Hal ini sebagaimana firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya:

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Bina-Qurani-Qadha-Puasa

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Qadha Puasa Photo by Naim B Pexels

2. Orang yang Sedang Safar

Seorang musafir atau orang yang sedang safar tentu sulit untuk berpuasa atau sulit untuk melakukan amalan-amalan kebajikan lain. Maka orang yang sedang safar mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, dan harus mengqadhanya di hari lain setelah selesai udzurnya.

Dalilnya adalah firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya:

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

3. Wanita Haidh dan Nifas

Wanita yang mendapati dirinya haidh dan nifas termasuk ke dalam golongan yang mendapat keringanan. Dalil wanita haidh dan nifas adalah hadits dari ‘Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā, beliau mengatakan:

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

Artinya:

“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (HR. Muslim)

Bina-Qurani-Qadha-Puasa

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Qadha Puasa Photo by Adhitya Pexels

Menunda Qadha Puasa

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa wanita haidh dan nifas harus mengqadha hari-hari puasa yang ditinggalkannya. Begitu pula hari-hari puasa yang ditinggalkan karena alasan lain.

Kewajiban mengqadha puasa tidak harus dikerjakan secara langsung setelah Ramadhan, melainkan boleh ditunda. ‘Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā mengatakan, “Aku peprnah memiliki tanggungan puasa Ramadhan dan tidak bisa menyelesaikan qadhanya kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari Muslim)

Jika engkau memiliki tanggungan puasa beberapa hari di bulan Ramadhan lalu menunda qadhanya hingga masuk bulan Ramadhan berikutnya, maka engkau harus berpuasa selama bulan Ramadhan yang baru sesuai perintah Allah. Kemudian setelah masuk bulan Syawal engkau harus mengqadha hari-hari puasa yang ditinggalkann tahun lalu tanpa harus memberi makan kepada orang miskin ataupun yang lainnya.

Karena tidak ada satu pun hadits marfu’ dari Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam yang mewajibkan memberi makan dlaam kondisi seperti itu.

Masalah lain, qadha’ tidak wajib dilakukan secara berturut-turut. Seseorang boleh melakukan qadha secara terpisah-pisah. Hal ini berdasarkan firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya:

“Maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Ibnu ‘Abbas berkata, “Qadha boleh dilakukan pada hari-hari terpisah.”

Adapun orang yang meninggal dunia dan memiliki tanggungan puasa Ramadhan haruslah diqadha oleh walinya.

Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 310-311.

Thumbnail Source: Photo by Kubra Pexels

Artikel Terkait:
Perkara yang Mewajibkan Qadha dan Kaffarat

TAGS
#ihlas beramal #ikhlas beramal shalih #ikhlas beramal #ikhlas dalam beramal #ikhlas dalam beribadah #ikhlas ketika shalat #ikhlas #kiat-kiat ikhlas #niat yang ikhlas #pengertian ikhlas #pentingnya ikhlas beramal #urgensi ikhlas dalam islam
© 2021 BQ Islamic Boarding School, All Rights reserved
Login