Pajak yang diterapkan oleh negara-negara modern saat ini memiliki sejarah yang tidak dapat dilepaskan dengan pajak yang pernah diterapkan oleh negara-negara klasik. Seperti pada zaman Babilonia, Mesir kuno, dan Yunani.
Charles Adams telah mencatat tentang sejarah pajak. Dia mengatakan bahwa sejarah pajak telah ada sejah 6000 SM pada saat zaman Babilonia dikuasai oleh Urukagina. Dia dikenal sebagai raja yang baik dikarenakan meniadakan pungutan pajak. Hanya saja sejak kekuasaan jatuh di tangan musuh, maka keadaan berubah.
Saat itu ada slogan muncul yang mengatakan “Kamu boleh punya Tuhan, kamu boleh punya Raja, tetapi manusia takut pada petugas pajak.” Pada periode Mesir kuno juga pajak sudah diterapkan. Bahkan, Mesir kuno telah mempraktikan sistem pajak dengan baik. Pajak pada periode tersebut memiliki sistem adiministasi yang rapi, seperti dalam hal pencatatan, petugas yang memungut pajak, dan penyelesaian keberatan pajak di pengadilan.
Hal ini diperkuat dengan bukti prasasti purba Rosetta Stone yang mencatat adanya pajak pada masa itu, yaitu bagaimana sistemnya, siapa yang dibebani pajak, dan apa saja yang dikenai wajib pajak. Hanya saja kemunduran sistem pajak terjadi pada saat pejak yang ditetapkan terlalu tinggi dan banyak terjadi korupsi sehingga menyebabkan terjadinya pengindaran pembayaran pajak. Pada periode Mesir kuno juga dikenal adanya tax amnesty. Sistem perpajakan yang diterapkan oleh negara-negara modern tidak lebih merupakan penerusan sistem lama yang pernah diterapkan pada periode klasik.[1]
Pajak pada mulanya adalah pemberian secara suka rela atau upeti yang diberikan oleh rakyat kepada raja atau penguasa. Pemberian tersebut dapat berupa hewan, hasil tanaman, dan lain-lain. Pemberian upeti ini digunakan untuk kepentingan penguasa dan tidak ada imbalan secara langsung yang diterima oleh rakyat.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Sejarah Pajak, Source: Photo by Rostislav Pexels
Kepatuhan rakyat dalam membayar upeti atas dasar kaataatan mereka kepada raja atau penguasa yang memiliki kedudukan tinggi serta kekuasaan atas mereka. Kemudian, pengelolaan upeti oleh raja atau penguasa mengalami perkembangan. Upeti yang diberikan oleh rakyat kepada penguasa digunakan untuk kepentingan umum, seperti untuk menjaga keamanan, pembangunan jalan, pengairan lahan pertanian, pembangunan sarana umum, dan lain-lain.
Sehingga upeti yang diberikan oleh rakyat tidak hanya digunakan untuk kepentingan raja atau penguasa saja. Sejarah pajak ini terus mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkambangan masyarakat dan negara. Khususnya ketika terbentuknya negara-negara nasional yang memisahkan antara kehidupan raja pribadi dengan pemerintahan pada akhir abad pertengahan. Kebutuhan negara semakin besar bersamaan dengan besarnya tugas dan fungsi suatu negara.[2]
==========
[1] Yustinus Prastowo, Sejarah Pajak dan Peradaban: Pendasaran Filosofis Bagi Paradigma Baru Kebijakan Pajak, rujuk: http://www.cita.or.id/wp-content/uploads/2016/06/Makalah-Ngaji-Pajak-I-Sejarah-Pajak-dan-Peradaban.pdf diakses pada Rabu 22 Agustus 2018.
[2] Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 2004), 1. Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, (Jakarta: PT. Eresco, 1977), 1. Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan: Konsep dan Aspek Formal, (Bandung: Rekayasa Sains, 2017), 10-16.
Dikutip dari: Dr. Ghifar, Lc., M.E.I., Konsep dan Implementasi Keuangan Negara pada Masa Al-Khulafa Al-Rashidun, (Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi, 2020), 79-80.
Thumbnail Source: Photo by Cottonbro Pexels
Artikel Terkait:
Sumber Penerimaan Pemerintah