Para ulama telah sepakat bahwa kaum wanita tidak wajib menghadiri shalat berjamaah. Meski demikian, kaum wanita tetap disyariatkan melaksanakan shalat berjamaah tanpa ada perbedaan pendapat. Shalat berjamaah bagi kaum wanita dilaksanakan dalam dua kondisi berikut: shalat kaum wanita di belakang imam wanita dan shalat mereka di belakang kaum laki-laki.
Hal ini disyariatkan bagi mereka karena tiga alasan, yaitu:
Diriwayatkan dari Rithah al Hanafiyyah bahwa ‘Aisyah pernah mengimami mereka melaksanakan shalat wajib dan ia berdiri di antara mereka. Dari ‘Ammar ad-Duhni meriwayatkan bahwa, seorang wanita dari kaumnya yang dinamakan Hajirah, dari Ummu Salamah Raḍiallāhu ‘Anhā bahwa ia pernah mengimami mereka dan ia berdiri di tengah-tengah mereka.
Apa yang dilakukan oleh sebagian shahabiyyah ini dan tidak adanya yang mengingkarinya menunjukkan disyariatkannya seorang wanita mengimami kaum wanita.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Shalat Jamaah Bagi Wanita, Source: Photo by Thirdman Pexels
Jika kaum wanita melaksanakan shalat dnegan berjamaah, maka yang paling berhak menjadi imam adalah wanita yang paling baik bacaan Alqurannya. Jika bacaannya sama baiknya, maka dipilih siapa yang paling mengetahui Sunnah. Jika mereka mengerjakan shalat berjamaah di rumah salah seorang dari mereka, maka pemilik rumahlah yang paling berhak menjadi imam, kecuali jika ia memberi izin kepada yang lain.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari, ia berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Orang yang berhak menjadi imam bagi orang banyak adalah orang yang paling baik bacaan Alqurannya. Jika bacaan mereka sama baiknya, dipilihlah siapa yang paling banyak mengetahui Sunnah. Jika pengetahuan tentang Sunnahnya sama, dipilihlah siapa yang paling dahulu berhijrah, dan janganlah seseorang menjadi imam di tempat kekuasaan orang lain dan jangan pula duduk di tempat duduk khusus milik orang lain kecuali dengan izin darinya.’” (HR. Bukhari Muslim)
Jika seorang wanita menjadi imam bagi kaum wanita, hendklah ia berdiri di tengah-tengah mereka, bukan di depan mereka. Hal ini sebagaimana diketahui perbuatan ‘Aisyah dan Ummu Salamah, dan ini merupakan pendapat mayoritas salaf.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Shalat Jamaah Bagi Wanita, Source: Photo by Alena D Pexels
Jika seorang wanita mengerjakan shalat bersama kaum wanita yang jauh dan tidak bergabung dengan jamaah laki-laki, maka shaff yang paling baik adalah shaff yang pertama dan kemudian shaff-shaff setelahnya.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat mendoakan shaff-shaff yang awal.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai)
Adapun jika mereka mengerjakan shalat jamaah di belakang kaum laki-laki, maka shaff yang paling baik bagi mereka adalah shaff yang paling akhir (paling belakang) dan shaff yang paling jelek adalah yang paling awal (paling depan).
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 177-179.
Thumbnail Source: Photo by Abid BN Pexels
Artikel Terkait:
Sifat Shalat Nabi