Pada penjelasan sebelumnya kami telah membahas tentang pemberian wala’ kepada sesama mukmin sejati dan permusuhan kepada kafir sejati. Adapun golongan ketiga, yaitu orang mukmin yang banyak melakukan dosa besar, pada dirinya terdapat iman dan kufur kecil yang tidak sampai pada tingkatan murtad.
Bagaimana hukumnya dalam hal ini?
Jawabannya, pada orang tersebut terdapat hak muwalah yaitu diberi wala’ dan mu’adah (dimusuhi). Dia disayangi karena imannya dan dimusuhi karena kemaksiatannya dengan tetap memberikan nasihat untuknya, memerintahnya pada kebaikan, melarangnya dari kemungkaran, dan mengucilkannya jika pengucilan memang dapat membuatnya jera dan malu.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Sikap terhadap Ahli Maksiat, Source: Photo by Anastasia Pexels
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Apabila berkumpul pada diri seorang kebaikan dan kejahatan, ketaatan dan kemaksiatan, atau sunnah dan bid’ah, maka dia berhak mendapatkan loyalitas dan pahala serta permusuhan dan siksa sesuai dengan kadar kebaikan dan kejahatan yang ada pada dirinya.
Berkumpul pada dirinya hal-hal yang mewajibkan pemuliaan dan mengharuskan penghinaan, maka dia berhak mendapatkan ini dan itu. Misalnya, pencuri yang miskin, ia dipotong tangannya karena mencuri, kemudian ia diberi harta dari Baitul mal yang bisa mencukupinya.
Inilah hukum asal yang disepakatai oleh Ahlussunnah wal Jamaah, berbeda dengan Khawarij, Mu’tazilah, dan orang-orang yang sepaham dengan mereka. Mereka hanya mengelompokkan manusia dalam dua golongan orang-orang yang mendapat pahala saja atau mendapat siksa saja.
Ini sangatlah jelas bagi masalah yang sangat penting ini.
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 126-127.
Thumbnail Source: Photo by Alena Pexels
Artikel Terkait:
Konsekuensi dan Pembatal Syahadatain