Muhammad Sharif Chaudry menyebutkan pendapatan-pendapatan lain yang bukan sumber utama pemasukan negara, yaitu pendapatan yang bersumber dari domain publik atau tanah yang dimiliki negara, pendapatan dari harta wakaf, penerimaan sewa atau lisensi untuk mengeksploitasi barang tertentu milik negara, barang-barang yang ditemukan di jalan-jalan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya, harta sitaan dari para pencuri dan perampok yang tidak diketahui atau diakui sebagai pemiliknya, tanah milik seseorang yang meninggal dunia yang tidak memiliki ahli waris atau wasiat, harta orang yang murtad yang disita oleh negara, harta kafir zimmi yang memberontak dan berkhianat, serta pendapatan dari hutan.[1]
Dari penjelasan-penjelasan di atas disimpulkan bahwa ada beberapa sumber-sumber keuangan yang dikelola pada masa Rasulullah S.A.W.. Penetapan sumber-sumber keuangan tersebut berdasarkan turunnya ayat-ayat Alquran dan adapula yang ditetapkan berdasarkan hadis-hadis nabi. Para al-Khulafā’ al-Rāshidūn yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah S.A.W. melanjutkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana yang dikelola oleh Rasulullah S.A.W..[2]
Site: Bina Qurani Islamic Boaridng School, Image: Sumber Pemasukan Negara, Source: Photo by Jose Aragones Pexels
==========
[1] Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana, 2012), 268.
[2] Euis Amalia mengatakan bahwa Rasulullah S.A.W. merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ketujuh. Seluruh hasil penghimpunan kekayaan negara dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian didistribusikan sesuai dengan kebutuhan negara. Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok: Gramata Publishing, 2010), 78.
Dikutip dari: Dr. Ghifar, Lc., M.E.I., Konsep dan Implementasi Keuangan Negara pada Masa Al-Khulafa Al-Rashidun, (Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi, 2020), 46-47.
Thumbnail Source: Photo by Inature Pexels
Artikel Terkait:
Penetapan Ushur