Syarat sahnya shalat lain yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan shalat dan apabila salah satunya tidak terpenuhi maka shalatnya tidak sah, adalah:
Menutup aurat merupakan syarat sah shalat berdasarkan firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya:
“Wahai anak Adam, pakailah perhiasanmu setiap memasuki masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)
Yang dimaksud dengan perhiasan dalam ayat di atas adalah pakaian yang menutupi aurat. Sedangkan maksud dari kata masjid adalah shalat, sehingga maksud dari ayat di atas adalah, “Tutuplah aurat kalian setiap kali mengerjakan shalat.”
Adapun batasan aurat wanita dalam shalat yaitu:
Adapun tentang rambut wanita ketika ia mengerjakan shalat, maka Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Allah tidak menerima shalat wanita yang telah haidh yang sudah baligh kecuali ia memakai penutup kepala (kerudung).” (HR. Abu Daud)
Walaupun derajat hadits ini dha’if, namun at-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini boleh diamalkan menurut para ulama, apabila sebagian rambut seorang wanita terbuka ketika melaksanakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Ini pula yang menjadi pendapat Imam Asy-Syafi’I, ia mengatakan ‘Shalat seorang wanita dinyatakan batal jika sebagian dari badannya terbuka atau terlihat.”
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syarat Sahnya Shalat Bag 2, Source: Photo by Daniel Olah Unsplash
Syarat sahnya shalat yang selajutnya adalah menghadap kiblat apabila mampu.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَه
Artinya:
“… Maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu sekalian berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 150)
Dan Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada orang yang keliru dalam shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ
Artinya:
“Jika engkau hendak menngerjakan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadap ke arah kiblat …” (HR. Bukhari Muslim)
Shalat tidak menghadap kiblat, dibolehkan dalam dua keadaan:
Pertama, Shalat Sunnah di atas Kendaraan
Jika engkau sedang mengendarai mobil atau alat transportasi lain, engkau boleh mengerjakan shalat sunnah dengan tidak menghadap kiblat jika merasa kesulitan. Dalilnya adalah hadits dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan beliau dengan menghadap ke arah mana kendaraannya itu menghadap. Baliau pun pernag mengerjakan witir di atas kendaraannya. Hanya saja untuk shalat fardhu, beliau tidak pernah mengerjakannya di atas kendaraan.” (HR. Bukhari Muslim)
Kedua, Dalam Keadaan Sangat Takut
Hal ini berdasarkan firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا
Artinya:
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) maka shaaltlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (QS. Al-Baqarah: 239)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syarat Sahnya Shalat Bag 2, Source: Photo by Michael B Pexels
Agar shalat seseorang diterima atau sah, maka disyaratkan berniat, memantapkannya dalam hati baik untuk shalat fardhu maupun sunnah. Berikut ini beberapa penjelasan yang perlu diketahui:
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 089-090.
Artikel Terkait:
Syarat Sahnya Shalat Bagian 2