Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā atau la ilaha illallah setidaknya harus memenuhi tujuh syarat. Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global, tujuh syarat tersebut yaitu, Ilmu, Yaqin, Qabul, Inqiyad, Ikhlash, Shidq, Mahabbah
Adapun rincian dari syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
Artinya adalah memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya:
“… akan tetapi orang yang dapat memberi syafaat ialah orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakininya.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 86)
Maksudnya, orang yang bersaksi La ilaha illallah dan ia memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syarat Syahadatain, Source: Photo by Pavlo Pexels
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan syahadat tersebut. Jika ia meragukannya maka persaksiannya tidak berguna.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 15)
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya,
“Siapa yang engkau temui di balik tembok atau kebun ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan balasan surga.” (HR. Al-Bukhari)
Maka barangsiapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.
Yakni menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat, menyembah Allah semata, dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menaati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
Artinya:
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, ‘La Ilaha illallah’ tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, ‘Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS. Ash-Shaffat [37]: 35-36)
Ini seperti halnya menyembah kuburan pada hari ini. Mereka mengikrarkan la ilaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian, berarti mereka belum menerima makna la ilaha illallah.
Inqiiyaad berarti tunduk dan patuh dengan kandungan dari makna syahadat. Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
Artinya:
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang Dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (QS. Luqman [31]: 22)
Al-‘Urwatul wutsqa adalah la ilaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu lillah atau patuh kepada Allah dengan ikhlas kepada-Nya.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syarat Syahadatain, Source: Photo by Hemin Pexels
Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkannya. Jika lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.
Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Artinya:
“Di antara manudia ada yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah [02]: 8-10)
Yaitu membersihkan amal dari segala debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena tamak terhadap dunia, riya’, atau sum’ah. Dalam hadis ‘Itban, Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaahaa illallah karena menginginkan ridha Allah.” (HR. Bukhari Muslim)
Maksudnya mencintai kalimat ini beserta isinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ
Artinya:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah [02]: 165)
Ahli la ilaha illallah mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih, sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan la ilaha illallah.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syarat Syahadatain, Source: Photo by Alena D Pexels
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam syahadat Muhammadur Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam adalah:
Thumbnail Source: Photo by Shahbaz Pexels
Artikel Terkait:
Rukun Syahadatain