Syirik kecil adalah perbuatan syirik yang tidak sampai mengeluarkan pelaku kesyirikan tersebut dari Islam. Namun dapat mengurangi nilai tauhid dan dapat menjadi perantara kepada perbuatan syirik besar.
Syirik kecil digolongkan menjadi dua macam, di antara dua golongan dari perbuatan syirik kecil tersebut adalah:
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syirik Kecil, Source: Photo by Tima M Pexels
Syirik dzahir ini merupakan syirik yang dapat dilihat, didengar, atau dirasakan, seperti perkataan, maupun perbuatan.
Contoh syirik dzahir berupa perkataan yaitu, seperti bersumpah dengan nama selain Allah. Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, sungguh ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan.” Atau berkata, Masyaa-Allah wa Syi’ta (Atas kehendak Allah dan kehendakmu).
Ketika seorang lelaki mengatakan hal itu kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda, “Apa kau ingin menjadikanku sebagai tandingan Allah? Katakanlah, ‘Hanya atas kehendak Allah saja’.” Juga ucapan Laulallah wa fulan (Kalau bukan karena Allah dan si fulan).
Perkataan yang dibenarkan dari dua contoh di atas ialah Maa Syaa Allah tsumma fulan, dan Laulallah tsumma fulan. Sebab, kata sambung tsumma atau kemudian, berfungsi untuk menunjukkan urutan. Artinya, kehendak hamba mengikuti kehendak Allah. Sebagaimana firman Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā:
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (29)
Artinya:
“Dan kamu tidak dapat menghendaki atau menempuh jalan itu kecuali apabila itu dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
Adapun kata sambung wa (dan) berfungsi untuk menunjukkan persamaan dan persekutuan. Tidak menunjukkan urutan.
Termasuk dalam larangan ini ialah ucapan, “Tidak ada penolong bagiku kecuali Allah dan engkau” dan “Ini berkat Allah dan engkau.”
Adapun contoh syirik dzahir berupa perbuatan ialah, seperti mengenakan kalung atau benang untuk mengusir dan menangkal bala’, memakai jimat karena khawatir terkena penyakit ‘ain, dan perbuatan lainnya.
Apabila pelaku meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sarana untuk mengusir dan menangkal bala’, maka perbuatannya ini termasuk syirik kecil. Sebab, Allah tidak menjadikan benda-benda tersebut sebagai sarana untuk mengusir dan menangkal bala’.
Namun, jika ia meyakini bahwa benda-benda itu dapat menolak bala’ dan mengusirnya, maka perbuatannya ini termasuk syirik besar karena ia telah bergantung kepada selain Allah.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Syirik Kecil, Source: Photo by Alena D Pexels
Syirik khafiy yaitu kesyirikan yang terdapat pada keinginan dan niat, seperti riya’ (ingin dilihat orang) dan sum’ah (ingin didengar orang). Sebagaimana seseorang yang mengamalkan suatu amalan yang semestinya untuk mendekatkan diri kepada Allah tetapi ia malah menginginkannya agar mendapat pujuan dari manusia.
Misalnya memperbagus shalat atau bersedekah agar dipuji manusia, atau dengan melafadzkan zikir dan membagus-baguskan suaranya dalam membaca Alquran agar didengar orang kemudian mereka memuji dan menyanjungnya.
Apabila riya’ bercampur dengan suatu amalan, maka ia akan menjadikannya batal, tertolak. Karenanya, dalam beramal seseorang harus ikhlas. Allah Subḥānahu Wa Ta’ālā berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (110)
Artinya:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya’.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Nabi Muhammad Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kalian ialah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil?” Beliau menjawab, “Riya”. (HR. Ahmad dan Thabrani)
Termasuk dalam kategori syirik khafiy ialah beramal untuk meraih keinginan duniawi. Seperti seorang yang berhaji atau berjihad agar memperoleh keuntungan harta. Nabi Muhammad Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah, dan celakalah hamba khamilah, bia diberi ia senang dan jika tidak diberi ia akan marah.” (HR. Bukhari)
Dikutip dari: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Aqidatut Tauhid Kitabut Tauhid lis-Shaff Al-Awwal – Ats-Tsalis – Al-Aly. Edisi terjemah: Alih Bahasa Syahirul Alim Al-Adib, Lc., Kitab Tauhid, (Jakarta: Ummul Qura, 2018), 335-337.
Thumbnail Source: Photo by Konevi Pexels
Artikel Terkait:
Arti Sum’ah dan Riya’