Mandi setelah haidh dan nifas sama dengan mandi junub, hanya saja ada beberapa tambahan sebagai berikut:
Menggunakan sabun atau bahan pembersih lainnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Asma’, ketika ia bertanya tentang mandi setelah haidh,
“Hendaklah salah seorang dari kalian mengambil air yang telah dicampur dengan daun bidara kemudian bersucilah menggunakannya dengan sebaik-baiknya.” (HR. Bukhari Muslim)
Dianjurkan untuk mengurai atau membuka ikatan rambutnya agar air bisa sampai ke kulit-kulit kepala atau akar rambut. Diriwayatkan dari Aisyah Raḍiallāhu ‘Anhā bahwa Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Uraikanlah ikatan rambutmu kemudian mandilah.” (HR. Ibnu Majah)
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Tata Cara Mandi Setelah Haidh dan Nifas, Source: Photo by Monstera Pexels
Setelah mandi, dianjurkan untuk membersihkan tempat keluarnya darah dengan kapas yang telah ditetesi wewangian atau sejenisnya sehingga bau amis darahnya hilang. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menceritakan seorang wanita yang bertanya kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam tentang cara mandi haidh.
Lalu Nabi menerangkan cara mandi haidh kepada wanita tersebut kemudian berkata,
“Setelah itu ambillah kain yang telah diberi minyak wangi dan bersihkanlah tempat keluar darah dengan kain tersebut.” Wanita itu bertanya, “Bagaimana caranya?” Nabi menjawab, “Bersihkanlah dengan kain itu!” Wanita tersebut kembali bertanya, “Bagaimana caranya?” Nabi menjawab, “Subhanallah, bersihkanlah!” Lalu aku (‘Aisyah) menariknya dan aku katakana, “Bersihkanlah sisa-sisa darah dengan kain itu.”
Diperbolehkan bagi wanita untuk melakukan hal tersebut di atas (memakai wewangian) meskipun dalam keadaan berkabung karena ditinggal wafat oleh suami atau keluarganya.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Tata Cara Mandi Setelah Haidh dan Nifas, Source: Photo by Pixabay Pexels
Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan mengenai tata cara mandi setelah haidh maupun nifas. Adapun catatan-catatan tersebut di antaranya yaitu:
1. Jika seorang wanita junub setelah bercampur dengan suaminya kemudian ia mengalami haidh sebelum mandi junub, maka ia tidak harus mandi saat itu. Ia boleh menunggu hingga haidhnya selesai kemudian mandi satu kali saja dengan niat mandi junub dan mandi haidh. Akan tetapi dianjurkan baginya mencucui kemaluannya atau mandi junub saat itu, kemudian setelah berhenti dari haidh, ia mandi lagi.
2. Hal ini berlaku juga pada perkara-perkara lain yang mengharuskan mandi. Maksunya, jika ada dua perkara yang mewajibkan mandi, kitab oleh mandi wajib hanya satu kali dengan niat untuk keduanya. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama.
3. Jika seorang wanita mandi junub, tetapi belum wudhu, maka ia tidak perlu berwudhu lagi, karena telah terwakili oleh mandi wajibnya. Sebab, mandi untuk menghilangkan hadats besar secara langsung menghilangkan hadats kecil. ‘Aisyah berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam mandi wajib kemudian shalat, dan aku tidak melihat beliau berwudhu lagi.” (HR. Abu Daud)
4. Wanita yang sedang junub boleh menunda mandi. Ia tidak harus segera mandi, meskipun menyegerakannya jika ingin mengerjakan shalat adalah lebih utama. Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam pernah tidur setelah junub (tidak segera mandi) sebagaimana yang diceritakan oleh ‘Aisyah.
5. Wanita atau laki-laki yang sedang junub boleh mencukur rambut, memotong kuku, atau pergi ke pasar dan lain-lain meskipun belum mandi.
Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Tata Cara Mandi Setelah Haidh dan Nifas, Source: Photo by Max Pexels
6. Seorang isteri boleh mandi bersama suaminya menurut kesepakatan kaum mulimin dan pasangan suami isteri dibolehkan melihat aurat pasangannya. Aisyah berkata, “Aku pernah mandi bersama Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dalam satu bejana (beliau mendahuluiku hingga aku berkata, ‘Biarkan aku dulu, biarkan …) saat itu kami berdua dalam keadaan junub.” (HR. Bukhari Muslim)
7. Seorang suami atau isteri boleh mandi dengan air sisa pasangannya, berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas, “Sesungguhnya Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam mandi dengan air sisa Maimunah.” (HR. Bukhari Muslim)
8. Seorang isteri tidak boleh mandi tanpa busana kecuali jika sedang sendiri atau di depan suaminya. Diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Nabi Muhsa mandi dengan tanpa busana ketika sendiri, demikian pula nabi Ayyub. (HR. Bukhari Muslim)
9. Jika orang yang sedang mandi berhadats misalnya buang air kecil, maka ia tidak harus mengulang mandinya, cukup dengan menyempurnakan atau menyelesaikannya dan berwudhu. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama. Alasannya, karena hadats tidak dapat membatalkan dan mempengaruhi mandinya. (Al-Ausath: 2/112 dan Al-Mughni: 1/290)
10. Orang yang junub dibolehkan tidur sebelum mandi dengan syarat berwudhu terlebih dahulu. Umar bin al-Khaththab pernah bertanya kepada Nabi tentang junub yang dialaminya di malam hari. Maka Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, “Berwudhulah, cuci kemaluanmu kemudian tidurlah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 049-051.
Thumbnail Source: Photo by Monstera Pexels
Artikel Terkait:
Mandi Karena Keluar Mani