Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors

Wanita Menghajikan Orang lain

Bina-Qurani-Wanita-Menghajikan-Orang-lain
Wanita Menghajikan Orang lain

Apabila seorang wanita meninggal dan ia masih memiliki kewajiban melaksanakan haji, maka walinya harus menyiapkan orang yang akan menghajikannya dengan harta sepeninggalannya.

Dari Musa bin Salamah, ia berkata, “Seorang wanita menyuruh Sinan bin Salamah al-Juhani bertanya kepada Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa ibunya telah meninggal dunia tetapi belum sempat berhaji, bolehkah ia menghajikan ibunya? Beliau menjawab, ‘Ya, boleh.’ Seandainya ia mempunyai hutang lalu anaknya itu melunyasinya, bukankah itu juga sah? Hendaklah ia menghajikan ibunya.” (HR. An-Nasai dan Ahmad)

Bina-Qurani-Wanita-Menghajikan-Orang-lain

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Wanita Menghajikan Orang lain, Source: Photo by Ishan Unsplash

Seorang wanita bleh menghajikan wanita lain, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Oleh karena itu, Syaikhul Islam berkata dalam al-Fatawa (26/13), “Seorang wanita boleh menghajikan wanita lain menurut kesepakatan ulama, baik ia itu anaknya  atau selain anaknya.”

Seorang wanita boleh menghajikan laki-laki menurut jumhur ulama, baik imam yang empat dan selain mereka, berdasarkan hadits seorang wanita Khats’amiyyah yang ingin menghajikan ayahnya, lalu Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepadanya, “Hajikanlah ia.” Dan hadits ini baru saja disebutkan.

Jika seorang wanita berhaji Bersama anaknya yang masih kecil, ia mendapat pahala karena membawa anaknya tersebut, ia menjauhkan anaknya dari sesuatu yang dilarang bagi orang yang sedang ihram, dan anaknya itu melakukan amalan yang dilakukan oleh orang yang sedang ihram.

Bina-Qurani-Wanita-Menghajikan-Orang-lain

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Wanita Menghajikan Orang lain, Source: Photo by Freepik

Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas dalam kisah seorang wanita yang menunjukkan anaknya kepada Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam sambil berkata, “Apakah haji anak ini sah?” Beliau menjawab, “Ya, dan engkau mendapat pahala.” (HR. Muslim)

Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa haji anak kecil itu diterima dan diberi pahala, tetapi belum mencukupi kewajiban haji yang termasuk rukun Islam yang harus memenuhi syarat sudah baligh.

Wanita yang menghajikan orang lain harus sudah berhaji untuk dirinya sendiri. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dan merupakan pendapat Ibnu ‘Abbas. Tidak diketahui ada seorang pun dari sahabat yang mengingkarinya sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah.

Faidah:

Laki-laki pun boleh menghajikan wanita. Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Seorang laki-laki mendatangi Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam dan berkata, ‘Sesungguhnya saudariku bernadzar akan menunaikan haji, tetapi ia meninggal sebelum menunaikan nadzarnya itu.” Kemudian Nabi Ṣallallāhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Jika ia mempunyai hutang, apakah engkau akan melunasinya?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu, tunaikan hak Allah karena hak-Nya lebih utama untuk diutamakan.’” (HR. Muslim)

Bina-Qurani-Wanita-Menghajikan-Orang-lain

Site: Bina Qurani Islamic Boarding School, Image: Wanita Menghajikan Orang lain, Source: Photo by Ekrem Unsplash

Apakah Seorang Wanita Harus Meminta Izin Suaminya untuk Berhaji?

Jika hajinya adalah tathawwu’ atau ia menghajikan orang lain, ia wajib meminta izin kepada suaminya menurut ijma.

Namun, jika hajinya adalah haji nadzar, dan nadzar itu mendapat izin suaminya atau nadzar itu ia ucapkan sebelum bersuami, kemudian ia memberitahu suaminya dan ia menyetujuinya, maka dalam kondisi seperti ini suaminya tidak berhak melarangnya. Adapun jika ia bernadzar, tetapi tidak disetujui suaminya, maka dalam kondisi seperti ini suami berhak melarangnya.

Adapun jika hajinya adalah haji wajib dan telah memenuhi semua persyaratan wajibnya haji sebagaimana disebutkan di awal, maka disunnahkan bagi seorang wanita meminta izin kepada suaminya, tetapi suaminya tidak berhak melarangnya kecuali jika ia mempunyai alasan yang membolehkan pelarangan tersebut, tidak mengapa jika hajinya ditunda pada tahun berikutnya.

Dikutip dari: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa’ Wama Yajibu an Ta’rifahu Kullu Muslimatin min Ahkam. Edisi terjemah: Alih Bahasa M. Taqdir Arsyad, Fikih Sunnah Wanita Panduan Lengkap Wanita Muslimah, (Bogor: Griya Ilmu, 2019), 327-329.

Thumbnail Source: Photo by Freepik

Artikel Terkait:
Syarat Wajib Haji bagi Wanita

TAGS
#arafah #Berbuka puasa #hari Arafah #puasa arafah #puasa bulan dzulhijjah #puasa di bulan dzulhijjah #puasa penghapus dosa dua tahun #puasa sunah
© 2023 BQ Islamic Boarding School, All Rights reserved
Login