Saudaraku seiman yang dirahmati Allah Subhanahu wa ta’ala, dalam menjalankan ibadah shalat, terdapat banyak sunnah yang dianjurkan untuk kita amalkan. Salah satu sunnah yang sering dilupakan oleh kita adalah menggunakan sutrah. Apa sebenarnya pengertian sutrah dan mengapa kita disunnahkan menggunakannya? Mari kita bahas bersama lebih dalam disini.
PENGERTIAN SUTRAH
Sutrah secara bahasa yaitu pembatas atau penghalan. Dalam konteks shalat, sutrah adalah suatu benda yang diletakkan di hadapan orang yang sedang shalat sebagai tanda batas tempat shalatnya. Tujuannya adalah untuk mencegah orang lain melintas atau berjalan di depannya sehingga shalat tidak terganggu, bentuk sutrah bisa berupa tiang, tembok, kayu atau menghadap punggung orang yang berada di depannya.
DALIL PENGGUNAAN SUTRAH
Penggunaan sutrah dalam shalat memiliki dasar yang kuat baik dari hadits maupun ijma’ para ulama;
Pertama, mari kita simak hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya shalat dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya” (HR. Abu Daud no. 698).
Kedua, dalam hadits lain disebutkan,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَىْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian shalat menghadap sesuatu yang membatasi dirinya agar tidak dilewati orang dan apabila ada yang tetap nekad melewati di hadapan ia shalat, maka hendaklah ia menolak/menghalanginya” (HR. Bukhari no. 509 dan Muslim no. 505)
Ketiga, dalam hadits dari Abu Hurairah disebutkan,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَخُطَّ خَطًّا ثُمَّ لاَ يَضُرُّهُ مَا مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Jika di antara kalian hendak shalat maka letakkanlah sesuatu di depannya, jika tidak menemukan sesuatu hendaklah menancapkan tongkat, dan apabila tidak mendapatkan hendaklah membuat garis. Setelah itu tidak akan membahayakannya apa-apa yang melintas di depannya.” (HR. Ibnu Majah no. 943 dan Ahmad 2/249).
PANDANGAN PARA ULAMA TERKAIT SUTRAH
Dalam Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata,
وَلَا نَعْلَمُ فِي اسْتِحْبَابِ ذَلِكَ خِلَافًا
“Kami tidak mengetahui adanya perselisihan pendapat mengenai disunnahkannya shalat menghadap sutrah”. (Dar ‘Alam Al Kutub, cetakan ketiga, 1417 H, 3/80)
Ibnu Rusyd rahimahullah pun berkata,
واتفق العلماء بأجمعهم على استحباب السترة بين المصلي والقبلة إذا صلى ، مفرداً كان أو إماماً
“Para ulama telah sepakat dengan berijma’ mengenai disunnahkannya sutrah antara orang yang shalat dan kiblat sewaktu shalat, baik shalat sendiri atau sebagai imam.” (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd Al Maliki, Mawqi’ Ya’sub, 1/94.)
Yang menukil adanya ijma’ dari ulama belakangan adalah seperti Syaikh Albassam dalam Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom Bulughul Marom, (‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Albassam, Maktabah Al Asadi, cetakan kelima, 1423, 2/58.)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memiliki alasan bahwa hukum memasang sutrah adalah sunnah karena hukum asalnya adalah baroatudz dzimmah. Artinya, asalnya seseorang itu terlepas dari kewajiban sampai ada dalil tegas yang menyatakan wajib.
Sayid Sabiq rahimahullah mengatakan,
يستحب للمصلي أن يجعل بين يديه سترة تمنع المرور أمامه وتكف بصره عما وراءها
“Disunnahkan bagi orang yang hendak shalat untuk meletakkan sutrah di hadapannya agar dapat menghalangi orang yang akan lewat dan pandangannya tidak melihat ke arah lain.” Ulama Syafi’iyah, mereka secara mutlak menerangkan bahwa hukum menaruh sutrah dihadapannya adalah sunnah dan sama sekali tidak memberikan qoid (syarat tambahan).
KETENTUAN TINGGI & JARAK SUTRAH
Sutrah bisa berbentuk tembok, pohon atau tiang. Boleh juga kita gunakan punggung orang di hadapannya dijadikan sebagai sutrah, sebagaian masjid sering kita melihat membuat sutrah dari kayu seperti gambar di bawah ini sebagai fasilitas untuk jamaahnya.
Setelah kita tahu bentuk sutrah, lantas berapakah tinggi minimal sutrah yang boleh kita gunakan..?
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya terkait tinggi pelana yang dijadikan patokan sebagai tinggi sutrah. Lantas beliau menjawab, “Satu hasta”. Pernyataan itu sama juga dengan “Atho” yang mengatakan tingginya adalah satu hasta dan itupun juga yang disampaikan oleh imam Ats Tsauri dan Ash Habur Ro’yi rahimakumullah.
Ukuran tersebut bukan juga ukuran pasti, hanya pendekatan saja sebagaimana yang dikatakan Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakannya dengan tinggi pelana. Karena tinggi pelana itu bermacam-macam dan bervariasi, ada yang panjang dan pendek, maka yang mendekati satu hasta itu sebenarnya Insya Allah sudah bisa dijadikan sebagai sutrah. wallahu a’lam (Lihat Al Mughni, 3/82-83)
Bagaimana Jarak Sutrah?
Bagi jamaah yang ingin memasang sutrah, hendaklah ia mendekatinya dan jangan terlalu jauh dari tempat sutrah, karena semakin dekat dengan sutrah (menyesuaikan tempat sujud), maka semakin sulit pula orang akan melewati dihadapannya. Jarak yang bagus untuk kita menggunakan sutra adalah tiga hasta atau bisa kurang dari itu. (Lihat Al Mughni, 3/84)
Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat, hendaknya shalat dengan menghadap sutrah dan mendekatlah padanya” (HR. Abu Daud no. 698). Source: Quran Kemenag
Alhamdulillah setelah kita mengetahui hukum dan pendapat para ulama mengenai sutrah, alangkah baiknya kita bisa mengamalkan salah satu sunnah Nabi yang mulia ini, sutrah memiliki hikmah yang sangat besar diantaranya membuat shalat kita menjadi lebih khusyu’ dikarenakan orang akan sulit untuk lewat di depannya, dan pandangan orang yang shalat pun menjadi terbatas, bahkan keutamaan yang lebih besar dari itu semua adalah kita bisa mengikuti sunnah nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun perlu menjadi catatan juga bagi kita semua, bahwa masalah sutrah ini adalah masalah sunnah, jangan sampai kita mencela saudara kita yang tidak menggunakan sutrah. Insya Allah dalam pembahasan selanjutnya kita akan membahas mengenai bagaimana hukum dan sikap yang kita lakukan apabila ada orang yang berjalan dihadapan kita saat kita sedang shalat.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua untuk dapat mengamalkan sunnah Nabi yang mulia ini, Barokallahufiikum.
Simak artikel khazanah lainnya di sini